Selasa, 30 Juni 2009

Keterkaitan antara Berbagai Faktor Ekonomi


Penurunan Bunga Kredit Tunggu SUN

Artikel Terkait:
Lagi, BTN Turunkan Suku Bunga
Miranda: "No Free Lunch"
Kadin Usulkan Insentif agar Bank Turunkan Bunga Kredit
Penurunan Bunga KPR Sudah Mendesak
Bunga Deposito Mulai Turun, Bunga Kredit Tunggu Dulu


Rabu, 1 Juli 2009 | 11:23 WIB

JAKRTA, KOMPAS.com - Perbankan masih menghadapi kendala untuk segera menurunkan lagi suku bunga kreditnya selain suku bunga simpanan juga menunggu penurunan imbal hasil surat utang negara (SUN). Karena itu, penurunan suku bunga bank tidak semudah yang diperkirakan , sebab harus melalui beberapa tahapan, meski Bank Indonesia (BI) kembali menurunkan bunga BI Rate hingga mencapai tujuh persen.

Bunga kredit bank sebenarnya sudah beberapa kali turun yang sebelumnya mencapai 16 persen kini menjadi 13 persen. Namun suku bunga kredit itu dinilai masih tinggi. Dunia usaha menginginkan tingkat suku bunga bank bisa turun mencapai 10 persen dari sekarang dalam upaya memicu pertumbuhan ekonomi tumbuh lebih baik.

Pengamat ekonomi Fauzi Ikhsan Senin di Jakarta, mengatakan, penurunan bunga kredit perbankan akan menunggu penurunan imbal hasil (yield) surat utang negara (SUN). "Perbankan di saat seperti ini tentu lebih suka memasukkan uangnya di SUN dibandingkan disalurkan ke kredit. Tentu saja SUN dinilai lebih aman saat ini, dengan imbal hasilnya yang tinggi juga menjadi daya tarik. Jadi perbankan ke depan sulit untuk menurunkan suku bunganya, kecuali imbal hasil SUN turun cepat," kata Fauzi yang juga ekonom senior Standard Chartered Bank.

Menurut dia, kondisi perbankan saat ini juga tidak memiliki banyak pilihan. Perbankan tetap akan memberikan bunga kredit yang cukup tinggi sesuai dengan risiko yang masih di hadapi. Apalagi, instrumen keuangan seperti SUN dan sukuk yang menawarkan imbal hasil yang cukup tinggi yang bisa menjadi tempat penempatan dana yang menarik bagi bank.

Di sisi lain, instrumen itu juga menjadi pesaing perbankan dalam merebut dana pihak ketiga, sehingga pilihan perbankan untuk menurunkan suku bunga menjadi sangat kecil.

Sementara itu, pengamat ekonomi Tony A Prasetyantono mengatakan, perbankan saat ini masih menunggu aliran dana dari luar masuk kembali ke Indonesia (capital inflows) guna mendorong pelonggaran likuiditas sehingga dapat memberikan ruang untuk menurunkan suku bunga kreditnya.

Ia mengatakan, perbankan saat ini masih menunggu aliran dana dari luar masuk kembali ke Indonesia guna mendorong pelonggaran likuiditas sehingga dapat memberikan ruang untuk menurunkan suku bunga kreditnya. "Saya berharap, ke depan kita masih punya dua momentum untuk menarik arus modal asing untuk memperkuat rupiah dan memperlonggar likuiditas. Jika ini terealisasi, saya yakin bisa menjadi modal bank untuk menurunkan suku bunganya," katanya.

Ia menjelaskan dua momentum tersebut adalah pengumuman inflasi pada bulan Juni. Bila inflasi masih sangat terkendali, hal itu akan dinilai perekonomian Indonesia masih tetap baik. Hal ini akan menarik investor untuk masuk ke Indonesia.

Kedua, menurut dia adalah pelaksanaan pemilihan presiden. Bila nantinya pemilihan presiden berjalan dengan lancar. Hal ini akan memperkukuh pandangan Indonesia yang memiliki stabilitas politik yang baik.

Sangat penting

Direktur OCBC NISP, Rama Pranata Kusumah juga mengatakan, penurunan suku bunga dana simpanan sangat penting untuk menekan bunga kredit yang saat ini masih berkisar 14-18 persen. "Penurunan suku bunga simpanan sangat diharapkan agar perbankan kembali menurunkannya suku bunga kreditnya," ujarnya.

Menurut dia, suku bunga kredit yang tinggi itu mempersulit debitur mencari pinjaman di bank, karena mereka merasa khawatir tidak dapat mengembalikan pinjaman terrsebut. "Debitor tidak berani mengambil risiko mencari pinjaman kredit bank karena tingkat bunga kredit bank yang masih tinggi," ucapnya.

OCBC NISP sendiri, sebutnya, telah mematok suku bunga deposito sebesar delapan persen dan bunga kredit yang berkisar 12 sampai 14 persen.

Menurut dia, pertumbuhan ekonomi triwulan kedua 2009 yang diperkirakan makin membaik, sehingga perbankan diminta harus dapat mempersiapkan diri menyalurkan kredit kepada debitur. "Suku bunga kredit yang makin turun akan memicu pelaku usaha mencari dana baru untuk meningkatkan usaha yang selama tersendat," katanya.

Sementara itu, Kabag Treasury Bank Bumi Arta, Ikko Gunawan mengatakan, banknya telah mematok bunga deposito rupiah untuk periode satu bulan nominal dibawah Rp100 juta 7,5 persen per tahun dan di atas Rp100 juta sebesar 8,25 persen. "Untuk bunga deposito jangka waktu tiga bulan, 6 bulan dan 12 bulan dipatok 8,25 persen per tahun," katanya.

Ikko Gunawan mengatakan, optimis perbankan akan menyesuaikan tingkat suku bunga kredit setelah Bank Indonesia (BI) menurunkan bunga BI Rate dari 7,25 persen menjadi 7,00 persen. "BI Rate diperkirakan akan kembali turun, apabila laju inflasi Juni 2009 terus membaik," ujarnya.

Selain itu, Bank Mega Tbk juga telah mematok bunga deposito sebesar 5,5 persen, sedangkan untuk bunga deposito tiga bulan sampai 12 bulan dipatok sebedsar 7,5 persen. Sedangkan deposito dalam dolar untuk 1 bulan sampai 12 bulan mencapai 1,75 persen.

EDJ
Sumber : Ant

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/xml/2009/07/01/11232628/penurunan.bunga.kredit.tunggu.sun

Senin, 29 Juni 2009

Rating Ekonomi Indonesia Lebih Baik


Analisis Danareksa
Layak Mendapat "Rating" Lebih Baik

Senin, 29 Juni 2009 | 04:08 WIB

Baru-baru ini Moody’s Rating Agency, sebuah lembaga rating internasional, menaikkan prospek (outlook) rating Indonesia dari stabil menjadi positif. Kenaikan tersebut terasa lebih tinggi nilainya mengingat saat ini prospek dan rating beberapa negara justru turun akibat krisis ekonomi global. Budi Susanto

Perkembangan ekonomi Indonesia menarik perhatian dunia ketika pada kuartal I-2009 mampu tumbuh 4,37 persen di tengah perekonomian dunia yang sedang kontraksi. Sebelumnya, ekonomi Indonesia juga mencatat pertumbuhan mengesankan 6,06 persen pada 2008. Sebagai perbandingan, ekonomi Amerika Serikat sebagai sumber krisis hanya tumbuh 1,1 persen pada 2008.

Secara keseluruhan, ekonomi negara-negara Asia lebih tahan terhadap krisis ekonomi kali ini dan diperkirakan pulih lebih cepat dibanding kawasan dunia lainnya. Karena eksposure Asia terhadap sumber krisis relatif lebih rendah, penurunan persepsi risiko atas pasar keuangan Asia terjadi lebih cepat. Hal ini tercermin pada perkembangan credit default swap (CDS). Harga CDS atas investasi di negara-negara emerging market Asia saat ini turun cepat hingga mendekati level pertengahan 2008, yakni sebelum kebangkrutan Lehman Brother yang menyebabkan meroketnya harga CDS. Padahal, CDS untuk produk investasi negara maju seperti AS dan negara di Eropa belum kembali ke level pertengahan tahun 2008.

Pasar saham Indonesia mencatat imbal hasil tertinggi di Asia. Mungkin salah satu yang tertinggi di dunia, menghasilkan return lebih dari 50 persen hanya dalam waktu kurang dari enam bulan. Sementara itu, pasar obligasi juga mengalami pemulihan harga hingga indeks rata-rata yield obligasi pemerintah berkupon tetap sempat menyentuh kisaran 9,7 persen, turun signifikan dibandingkan level tertinggi tahun ini 13,56 persen pada awal Maret 2009.

Prospek ”rating” naik

Kinerja ekonomi yang baik jika dibandingkan dengan negara-negara lain yang mempunyai rating yang setingkat, mendorong Moody’s menaikkan prospek rating Indonesia. Kini, Moody’s memberikan rating Ba3 kepada Indonesia untuk utang dalam mata asing jangka panjang. Kenaikan prospek adalah setengah jalan menuju kenaikan rating sehingga jika kita mampu mempertahankan prestasi yang telah dicapai, lembaga rating kemungkinan besar akan menaikkan rating menjadi Ba2. Rating Ba2 oleh Moody’s setara dengan rating BB dari Standard & Poor’s (S&P) dan Fitch Rating.

Sementara itu, saat ini S&P memberikan rating BB- kepada Indonesia untuk utang dalam mata uang asing jangka panjang, sedangkan Fitch sudah terlebih dulu menaikkan rating menjadi BB pada tahun 2008 untuk jenis utang yang sama.

Langkah Moody’s menaikkan prospek Indonesia diperkirakan tidak lama lagi akan diikuti oleh S&P. Jika dibandingkan dengan negara sepadannya (peers), rating Indonesia masih terbilang rendah. Contohnya Malaysia, mendapatkan rating A- untuk utang dalam mata asing jangka panjang dari S&P, sedangkan Thailand dan Filipina masing- masing meraih rating BBB+ dan BB- untuk jenis utang dari lembaga rating yang sama.

Dengan situasi ekonomi dan sistem keuangan Indonesia terkini dan didukung oleh kepastian hukum yang lebih baik, semestinya dapat menjadi modal besar untuk mengubah paradigma lembaga rating terhadap creditworthiness atas Indonesia. Pentingnya mendapatkan rating yang baik adalah karena rating merupakan salah satu referensi penting para investor menanamkan modalnya di suatu negara. Selain modal dalam negeri, penanaman modal dari luar negeri, terutama investasi bersifat jangka panjang, akan sangat membantu mempercepat pertumbuhan negara yang sedang membangun seperti Indonesia.

Jika dirunut ke belakang, Indonesia pernah meraih rating BBB dari S&P atau ekuivalen dengan Baa3 pada awal 1990-an. Namun, rating Indonesia turun tajam sejak krisis ekonomi, bahkan pernah mengalami tiga kali mendapat rating selective default (SD), yakni tahun 1999, 2000, dan 2002. Rating SD diberikan saat pemerintah masa itu dianggap default atas salah satu kewajiban keuangan kepada kreditor atau pihak lainnya.

Saat ini pemerintah kelihatannya lebih berkomitmen menjaga creditworthiness dan mendukung terciptanya situasi kondusif bagi investor, baik dari dalam maupun luar negeri. Dengan didukung oleh pengelolaan fiskal dan moneter yang baik, rating Indonesia terus naik dari B- (rating S&P) tahun 2003, naik 3 notch menjadi BB- di tahun 2007. Bahkan, tahun 2008 Fitch menaikkan rating Indonesia satu nocth lagi menjadi BB.

Rasio utang membaik

Selain prospek perekonomian yang kuat, pertimbangan lembaga rating menaikkan prospek rating Indonesia berdasarkan penurunan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) hingga 31 persen pada Maret 2009. Rasio tersebut lebih baik dari negara-negara lain, misalnya G-20 emerging market (36 persen), India (81 persen), Brasil (65 persen), AS (69 persen), dan Jepang (203 persen). Kian rendah rasio utang terhadap PDB, artinya kemampuan membayar utang lebih besar.

Namun, ada sebagian kalangan yang mengkritik penggunaan rasio ini karena menganggap penggunaan rasio utang terhadap produk nasional bruto (PNB) lebih cocok bagi Indonesia. Terlepas dari perdebatan mana yang lebih baik, rasio utang terhadap PDB lebih umum digunakan di seluruh dunia sehingga lebih mudah untuk membandingkan posisi di antara negara-negara lainnya. Akan jauh lebih mudah mengetahui perkembangan kinerja pengelolaan utang dan produktivitas penggunaannya dengan menggunakan ukuran yang umum digunakan dan diperbandingkan.

Oleh pengkritiknya, PDB sebagai ukuran produktivitas yang cenderung overestimate untuk kasus Indonesia sehingga lebih baik menggunakan PNB yang lebih mencerminkan output sesungguhnya. Namun, pada praktiknya, PDB lebih umum digunakan sebagai perbandingan terhadap utang pemerintah. PDB adalah output yang dihasilkan di negeri ini yang akan menjadi obyek pendapatan pemerintah, baik yang dihasilkan oleh warga negara Indonesia maupun penduduk bukan warga negara melalui pajak, bagi hasil pendapatan, dan lain-lain. Jadi, PDB merupakan sumber pendapatan negara dan karena itu digunakan untuk mengukur leverage sebuah negara dengan cara membandingkannya dengan utang pemerintah.

Perubahan rasio utang terhadap PDB dalam tingkatan tertentu dapat mencerminkan efektivitas penggunaan utang pemerintah. Jika pertumbuhan ekonomi lebih tinggi daripada pertumbuhan utang pemerintah, rasio utang terhadap PDB cenderung turun sehingga dapat dikatakan penggunaan utang menghasilkan pertambahan output yang lebih besar dari nilai utang yang bertambah.

Pasar domestik

Fakta lainnya yang mendukung kenaikan prospek rating adalah kebijakan membatasi penarikan utang luar negeri pascakrisis ekonomi 1998 Indonesia. Walaupun utang dalam bentuk surat berharga negara (SBN) naik terus, tetapi diimbangi dengan penurunan pinjaman bilateral dan multilateral. Akhir Maret 2009, total utang dalam mata uang asing 146,9 miliar dollar AS, naik 1,3 miliar dollar AS dibanding pada akhir 2003. Sebagai gantinya, pemerintah mengandalkan sumber pembiayaan dengan surat berharga negara di dalam negeri. Sebagai perbandingan, PDB naik lebih dari dua kali lipat dari Rp 2.046 triliun pada 2003 menjadi Rp 5.488 triliun pada 2008.

Belajar dari krisis ekonomi 1998, negara-negara Asia sepakat mengembangkan pasar obligasi domestik masing-masing untuk mengurangi ketergantungan pada sumber pembiayaan mata uang asing. Dan Indonesia termasuk negara yang serius mengembangkan pasar obligasi, hingga saat ini pemerintah telah menerbitkan beragam jenis SBN, mulai dari bertenor pendek sampai panjang, berbunga dan tidak berbunga, serta instrumen konvensional dan syariah.

Dari pembahasan di atas, rating Indonesia semestinya bisa bertambah baik pada waktu yang tidak terlalu lama lagi.

Budi SusantoHead of Debt Research – Danareksa Sekuritas

Rabu, 24 Juni 2009

Walkman Kembali ke "Medan Perang Lawan"

24/06/2009 - 17:32

Sony Bangkitkan Kejayaan Walkman


INILAH.COM, Jakarta – Walkam Sony yang posisinya sudah diambil alih oleh iPod Apple pada 1990-an bangkit kembali. Sony menggebrak pasar dengan merilis Walkman X Series.

X Series tidak hanya menawarkan kualitas suara tapi juga menambahkan fitur yang tidak dimiliki oleh pesaing yaitu layar OLED. Hasilnya user akan langsung tahu perbedaan pemutar musik mini ini dengan produk lain. Layar yang ditawarkan juga sangat terang dan membuat pemutar MP3 ini lebih unggul dari pesaingnya.

Pemutar MP3 Sony itu merupakan perangkat dengan OLED paling murah yang ada di pasaran. Namun ukuran layar X Series hanya 3 inci lebih kecil dari iPod Touch berukuran 3,5 inci.

Seperti Touch, Walkman Sony X Series memiliki kelebihan mudah digunakan dan pengontrol yang nyaman di jari.

Casing perangkat itu kokoh, dengan finishing yang baik. Perangkat ini menawarkan daya tahan baterai 9 jam untuk memainkan video. Walkman Sony X Series mendukung format audio MP3, WMA, dan AAC serta menapilkan video MP4, WMV dan H.264.[ito]

Harga Saham Tidak Selalu Linier dengan Laba Perusahaan


Laba Bersih Naik, Harga Saham Tidak Selalu Linier
Kamis, 11 Juni 2009
Oleh : Eva Martha Rahayu

Ketika mayoritas emiten kinerjanya biasa-biasa, bahkan anjlok, sejumlah perusahaan berhasil mencetak kenaikan laba bersih di atas 100%. Siapa saja mereka dan bagaimana korelasinya dengan harga saham di pasar?

Wajah-wajah semringah mewarnai raut muka direksi PT BISI International Tbk. Mereka lega bisa menutup tahun 2008 dengan kinerja keuangan yang jempolan. Selasa 2 Juni 2009, bertempat di ballroom Hotel JW Marriott Jakarta, Jemmy Eka Putra, Presdir BISI, mengumumkan kenaikan laba bersih perusahaan 162,26% dari Rp 150,19 miliar menjadi Rp 349,4 miliar dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan.

Namun, pengumuman prestasi itu mendadak membuat investor ciut hatinya, manakala Jemmy melanjutkan presentasi dengan mengatakan, “Tahun ini perusahaan tidak membagikan dividen.” Karena merasa penasaran, Hendra, investor perorangan, mengacungkan tangan dan bertanya, “Mengapa tidak dibagi?” Lalu, Jemmy dengan ramah menegaskan bahwa laba bersih tahun buku 2008 ditahan untuk menambah modal kerja perusahaan. Sebenarnya tidak ada yang ganjil dalam kasus BISI itu. Artinya, perusahaan yang mencetak laba sah-sah saja tidak membayarkan sebagian keuntungan itu kepada investor.

Keberhasilan BISI membukukan profit besar bukanlah pekerjaan mudah. Maklum, tahun lalu krisis global masih menghantui dunia bisnis, sehingga banyak emiten yang rapornya merah. Toh, BISI dan sebagian kecil emiten lainnya bisa unjuk gigi menunjukkan rapor birunya dengan nilai yang cemerlang.

Selain BISI, ada sejumlah emiten lain yang berhasil mengukir laba bersih signifikan. Dari 397 emiten yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), ada puluhan emiten yang laba bersihnya naik di atas 100%. Siapa saja mereka dan bagaimana prestasi itu bisa diraih?

Laba bersih PT Medco Energy Internasional Tbk. adalah yang paling tinggi kenaikannya, yakni mencapai 4.145%, dari US$ 6,6 juta menjadi US$ 280,2 juta. Lonjakan ini akibat naiknya pendapatan sebesar 19% dari US$ 1,1 miliar menjadi US$ 1,3 miliar, serta penjualan dua anak perusahaan (Apexindo dan Medco E&P Tuban).

Sementara itu, PT Adaro Energy Tbk. juga membukukan kenaikan laba bersih yang fantastis: 902%, yaitu dari Rp 88,53 miliar pada 2007 menjadi Rp 887,2 miliar di tahun 2008. Peningkatan laba bersih produsen batu bara itu terutama disebabkan kenaikan perolehan harga jual dan kenaikan produksi.

Setelah Adaro, PT Capitalinc Investment Tbk. tidak mau kalah. Perusahaan investasi ini memperoleh kenaikan laba bersih 1.001%, dari minus (Rp 71 miliar) pada 2007 menjadi Rp 640 miliar tahun lalu. Kemudian PT Ancora Indonesia Resources Tbk., laba bersihnya melonjak 458% dari Rp 2,99 miliar pada 2007 menjadi Rp 16,74 miliar tahun 2008.

Begitu halnya PT Indo Tambangraya Megah Tbk., laba bersihnya melesat 390%, yang di tahun 2008 tercatat Rp 2,57 triliun, padahal tahun sebelumnya hanya Rp 525,44 miliar. Juga, PT Multi Bintang Indonesia Tbk., laba bersih terdongkrak 163,46% dari Rp 84,38 miliar pada 2007 menjadi Rp 222,31 miliar tahun 2008.

Hanya itu? Tidak. Coba tengok PT Jasa Marga Tbk., perusahaan operator jalan tol ini mampu membukukan kenaikan laba bersih 154,6% dari Rp 277,98 miliar menjadi Rp 707,79 miliar. Pemicu lonjakan ini adalah naiknya pendapatan setelah dibuka beberapa jalur baru dan kenaikan tarif tol.

Sementara itu, laba bersih PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk. naik 135,12% dari Rp 726,21 miliar menjadi Rp 1,71 triliun. Peningkatan laba ini disebabkan kenaikan harga komoditas batu bara di pasaran dunia sebagaimana yang dialami oleh Adaro.

PT Ciputra Property Tbk. (divisi properti Grup Ciputra khusus proyek komersial/nonpermukiman) laba bersihnya juga naik 135% dari Rp 80 miliar menjadi Rp 188 miliar. Peningkatan ini akibat kenaikan pendapatan dari lima anak usaha: hotel dan mal Ciputra Semarang, hotel dan mal Ciputra Jakarta, serta Apartemen Myhome. Tak lupa PT Ace Hardware Indonesia Tbk. berhasil meraih kenaikan laba bersih 117% dari Rp 60,07 miliar pada 2007 menjadi Rp 130,64 miliar di tahun 2008.

Jika dilihat dari sektor industri emiten yang mencetak kenaikan laba bersih tajam itu kebanyakan dari sektor komoditas, seperti batu bara, migas, dan perkebunan, selain sektor infrastruktur. Ini bisa dimengerti lantaran tahun 2007-2008 harga komoditas sedang tinggi-tingginya. Wajar saja, sebagai pembanding, Juni 2007 harga minyak dunia mencapai US$ 147/barel, lalu tahun berikutnya berangsur turun menjadi US$ 30-an/barel, dan kini US$ 60-an/barel. “Selain itu, biasanya kontrak perdagangan komoditas itu berlangsung cukup panjang, sehingga bisa saja transaksi tahun 2007 masih berimbas di 2008,” tutur Pardomuan Sihombing, Kepala Riset PT Paramitra Alfa Sekuritas.

Saham-saham emiten yang unggul laba bersihnya itu pun tak semuanya tergolong blue chips. Tolok ukurnya mudah sekali, perhatikan apakah saham-saham itu masuk deretan indeks LQ 45, Jakarta Composite Islamic Index, atau Kompas 100. Misalnya, saham Jasa Marga, Indo Tambangraya Megah, Capitalinc Investment, Ciputra Property, Ace Hardware Indonesia dan lainnya, tidak masuk saham unggulan tersebut.

Lalu, apakah kenaikan laba bersih tiap emiten itu berkorelasi positif terhadap harga sahamnya? “Tepat sekali. Itu otomatis,” ujar Pardomuan tandas. Namun, datangnya respons itu bervariasi rentang waktunya. Ada kalanya investor langsung menanggapi seketika, baru bereaksi seminggu kemudian pasca RUPS, atau merespons justru sebelum diumumkan resmi lewat RUPS. Jadi, informasi yang didapat investor itu dari rumor. Mengapa ini bisa terjadi? Menurutnya, hal itu disebabkan tiga faktor: pasar modal kita masih kecil, kurang efisien, dan investornya belum well-educated. Dengan demikian, bila ada sesuatu yang sensitif, maka pasar cepat bereaksi dengan euforia.

Jika terjadi kenaikan harga saham, besarnya peningkatan itu pun bervariasi. Pardomuan memberi contoh, jika ada emiten X yang laba bersihnya tumbuh 50%, bisa saja harga sahamnya malah terkerek naik 100%. Demikian sebaliknya. Yang jelas, umumnya sentimen kenaikan laba bersih itu akan ditanggapi dalam tempo 1-2 minggu. Maklum, berikutnya yang menjadi benchmark adalah kinerja keuangan per kuartal.

Ketika harga saham sudah naik, investor bisa merespons dengan mengambil posisi buy atau sell. Untuk posisi beli, pertimbangannya adalah prospeknya bagus untuk jangka panjang. Sementara itu, yang ambil posisi jual menilai, inilah momentum yang tepat untuk merealisasikan untung berupa capital gains. “Bila ambil posisi beli, sebaiknya saham yang dipilih terdiversifikasi,” ujar Pardomuan mengingatkan. Diversifikasi ini maksudnya kombinasi antara saham yang mature dan growth. Umumnya, karakter mature stock dimililiki oleh sektor consumer goods, telekomunikasi dan perbankan. Sebaliknya, growth stock melekat pada bidang properti, multifinance, farmasi, dan transportasi.

Menurut Ikhsan Binarto, kenaikan laba bersih tidak selalu linier dengan harga sahamnya. Analis PT Optima Securities itu mengungkapkan, harga saham itu juga dipengaruhi oleh profil risiko investor dan faktor eksternal, yaitu kondisi pasar. Sebagai contoh, tahun 2008 sentimen pasar kurang bagus. Bisa diduga, ketika laba bersih naik gila-gilaan, harga saham tidak sekonyong-konyong naik seperti lonjakan laba bersih. Belum lagi jika karakter pemodalnya itu risk averse, maka saham yang dibeli akan di-keep untuk jangka panjang, sehingga tidak ada trading yang membentuk harga. “Tidak selinier itu korelasinya. Asalkan fundamental bagus, maka jangka panjangnya bagus pula. Ibaratnya itu kenaikan yang tertunda saja,” ia menerangkan.

Untuk lebih jelasnya, gambaran harga saham sejumlah emiten yang laba bersihnya naik tajam adalah berikut ini. Pada 4 Juni 2009, harga saham Multi Bintang Indonesia Rp 110 ribu, Indo Tambangraya Megah Rp 21.800, Tambang Batubara Bukit Asam Rp 13.150, dan Jasa Marga Rp 1.660.

Anehnya, likuiditas saham-saham dari emiten yang laba bersihnya naik tajam itu kurang. Pardomuan tidak terkejut dengan kenyataan itu. “Sebab saham-saham itu di-keep oleh pihak-pihak tertentu, sehingga jumlah saham yang beredar terbatas,” ia menjelaskan. Contohnya, founder yang ingin menjadi pengendali saham mayoritas. Akibatnya, harga saham yang dilepas ke publik cuma 10%. Untunglah, aturan baru Bapepam saat ini mensyaratkan minimum 20% dari total saham yang disetor.

Lantas, apakah emiten yang laba bersihnya naik signifikan itu juga selalu membagikan dividen? Kalau kita simak kasus BISI, jawabannya tidak selalu. Akan tetapi, investor pasti akan lebih senang jika emiten bersedia menyisihkan keuntungan untuk mereka. “Kalau perusahaan itu mature, biasanya laba akan dikembalikan pada investor. Contohnya Unilever rajin bagi dividen tiap tahun,” ungkap Pardomuan. Juga, sebagaimana diungkapkan Boy Garibaldi Thohir, Dirut PT Adaro Energy, tahun ini perusahaan yang sahamnya juga dimiliki mantan Presdir Astra International TP Rachmat itu membayar dividen tunai Rp 377,43 miliar atau 42,5% dari total laba bersihnya. Di samping itu, disepakati penyisihan cadangan Rp 44,36 miliar, dan laba ditahan Rp 465,4 miliar.

Di luar Adaro dan Unilever, beberapa emiten pun sepakat membagi dividen untuk tahun buku 2008, antara lain, Multi Bintang Indonesia yang membayar dividen Rp 15 ribu/saham, Indo Tambangraya Megah Rp 1.345/saham, Tambang Batubara Bukit Asam Rp 371,05/saham, dan Jasa Marga Rp 52/saham.

Investor menyambut sukacita pembayaran dividen emiten yang laba bersihnya naik tajam. Sebab dividen adalah salah satu pertimbangan investor dalam memilih saham. “Tentu saja prioritas kita membeli saham itu masuk kategori blue chips dengan likuiditas bagus, kapitalisasi pasar besar, fundamental oke dan dividen itu masuk fundamental juga,” kata Ferry Kojongian, Presdir PT Gani Asset Manajemen yang ogah membeberkan berapa total dana kelolaan perusahaannya.

Sumaryono pun tergolong investor yang loyal pada emiten yang rajin membagi dividen. Bagi dia, idealnya laba bersih yang diraih emiten itu tidak 100% untuk penambahan modal perusahaan. “Sebaiknya sih 50% untuk dividen dan 50% untuk laba ditahan,” ujar investor perorangan yang juga Ketua Asosiasi Dana Pensiun Indonesia itu menyarankan. Dia mengaku sekitar lima tahun terakhir menikmati dividen Unilever, meski laba bersih raksasa consumer goods itu tidak naik lebih dari 100%.

Ke depan, prospek saham sejumlah emiten yang laba bersihnya naik di atas 100% diperkirakan analis masih menjanjikan. Baik Pardomuan maupun Ikhsan setuju, meski tidak semua saham emiten yang labanya terkerek lebih dari 100% itu blue chips, sektor industrinya mendukung, banyak emiten yang melakukan efisiensi, dan kondisi bursa tahun 2009 lebih baik dari sebelumnya. Saat ini, IHSG sudah menembus angka 2.000 dan rata-rata nilai transaksi harian BEI mencapai Rp 5-8 triliun.


Riset: Dumaria Manurung


URL : http://www.swa.co.id/swamajalah/portofolio/details.php?cid=1&id=9318

Intel Akuisisi Wind River


Jumat, 05/06/2009 13:51 WIB
Intel setuju beli Wind River

oleh : Taufik Wisastra


NEW YORK (Bloomberg): Intel Corp, produsen semikonduktor terbesar di dunia, setuju membeli perusahaan peranti lunak Wind River Systems Inc sekitar US$884 juta.

Harga kas itu bernilai US$11,50 per saham, ungkap perusahaan yang berbasis di Santa Clara, California tersebut. Wind River membuat sistem operasi mulai dari mobil sampai telepon bergerak dengan melayani pelanggan seperti Sony Corp dan Boeing Co.

Intel melakukan ekspansi ke pasar baru, termasuk chip untuk televisi dan peralatan bergerak. Peranti lunan Wind River dan daftar pelanggan akan melicinkan jalan bagi Intel untuk memenangkan lebih banyak kontrak, kata Cody Acree, analis pada Stifel Nicolaus & Co.

"Jika Anda mempunyai satu chip untuk ditempatkan di berbagai tempat selain PC, Anda memerlukan kode. Wind River dapat mengatasinya," ujar analis yang berbasis di Dallas.

Harga saham Wind River, berbasis di Alameda, California, naik US$3,76 (47%) menjadi US$11,76 pkl. 16.00 waktu New York di Nasdaq Stock Market. Harga saham meningkat 30% tahun ini. Harga saham Intel naik 10% tahun ini menjadi US$16,13. (tw)

bisnis.com

URL : http://web.bisnis.com/sektor-riil/telematika/1id121071.html

Warnet Perlu Merubah Strategi Bisnis Lebih Cepat

Rabu, 10/06/2009 20:13 WIB
Usia warnet tinggal lima tahun lagi

oleh : Antara

JAKARTA (Antara): Usaha warung internet (warnet) masih bisa bertahan hidup sampai lima tahun lagi, berhubung usaha ini harus menghadapi sejumlah masalah, kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Warnet (APW)-Komintel Rudi Rusdiah.

Dalam Pertemuan antara para pengusaha warnet dengan PT Microsoft Indonesia di Jakarta, Rabu, Rudi mengatakan, masalah tersebut seperti semakin murahnya harga personal komputer, menjamurnya laptop dengan harga murah, menurunnya tarif internet, handphone yang memiliki fasilitas internet, hingga jaringan internet.

Karena itu, jika ingin hidup pengusaha warnet harus memiliki strategi bisnis yang baik, seperti menekan tarif rata-rata Rp3.000-4.000 per jam, memilih Internet Service Provider (ISP) yang stabil dengan harga terjangkau, Personal Computer (PC) yang selalu di-upgrade setiap tiga tahun, PC dengan spesifikasi game, serta pelayanan yang memuaskan.

"Bisnis warnet sekarang untung karena adanya game online dan demam facebook, warnet game online plus kafe yang menyediakan steak, spaghetti, atau jus lebih bagus lagi," katanya.

Ia menambahkan, jika sebuah warnet dalam sehari dikunjungi lebih dari 200 pelanggan setiap hari, maka dalam tujuh bulan sudah bisa balik modal.

Terkait semakin menjamurnya laptop dengan harga murah, Warnet masa depan, ujarnya, diperkirakan tidak lagi seperti warnet saat ini, tetapi hanya menyediakan hotspot dan tempat bekerja serta asesoris perkantoran seperti menyediakan alat scanning atau printing.

"Bahkan karena CPU mini sudah muncul, warnet di masa depan bisa hanya menjadi warnet "docking system" yang sekedar menyediakan keyboard, display dan internet ports," katanya sambil menambahkan bahwa banyak orang yang lebih menyukai layar yang besar daripada layar kecil di handphone serta menyukai tombol (tuts) yang besar.

Sampai 2010, diperkirakan akan ada sekitar 10 ribu warnet di perkotaan, namun di pedesaan perkembangan warnet tetap menyedihkan, ujarnya.

Sementara itu, Pengamat Teknologi Informasi Dr Naswil Idris, mengatakan, pengusaha warnet harus bangga karena telah memperluas akses penggunaan teknologi informasi kepada masyarakat Indonesia serta mencerdaskan kehidupan bangsa.

"Sayangnya pemerintah tak peduli pada warnet, bahkan warnet menjadi sasaran polisi untuk di-`sweeping` meski software bajakan juga digunakan di banyak instansi pemerintah dan swasta, bukan saja di warnet," katanya. (dj)

bisnis.com

URL : http://web.bisnis.com/sektor-riil/telematika/1id121905.html

Senin, 22 Juni 2009

Bank Dunia Memperkirakan Resesi Dunia Semakin Dalam

Senin, 22/06/2009 13:45 WIB
Bank Dunia pangkas prediksi ekonomi global

oleh : Elsya Refianti

WASHINGTON (Bloomberg): Bank Dunia mengatakan resessi global tahun ini akan lebih dalam dari perkiraan pada Maret dan mengingatkan bahwa larinya modal dari negara berkembang bakal menggelembungkan peringkat negara miskin dan jumlah pengangguran.

Ekonomi dunia diduga akan berkontraksi 2,9% tahun ini, dibandingkan dengan estimasi sebelumnya yang menduga penurunan 1,7%, kata bank yang berbasis di Washington itu dalam laporan yang dirilis 21 Juni. Pertumbuhan global akan kembali tahun depan dengan ekspansi sebesar 2%, kata bank itu, yang memangkas prediksinya dari 2,3% sekitar 3 bulan yang lalu.

Bank yang berdiri setelah Perang Dunia II untuk mendanai kesehatan dan pembangunan proyek di negara miskin itu mengatakan bahwa ketika pemulihan global berpeluang mulai terjadi tahun ini, ekonomi negara miskin akan mengurangi potensi laba yang berpeluang terjadi di negara maju. Bank Dunia menyerukan langkah kebijakan yang 'berani' untuk mempercepat pemulihan dan mengatakan prospek dukungan bantuan bagi negara-negara termiskin 'suram'.

“Ketika ekonomi global diproyeksikan akan mulai berekspansi sekali lagi pada paruh kedua 2009, pemulihan diperkirakan akan lebih lemah daripada seharusnya,” kata laporan itu. “Pengangguran meningkat, kemiskinan menuju kenaikan di sejumlah negara ekonomi berkembang, mengikis kondisi di negara miskin dunia."

Laporan Bank Dunia itu meningkatkan kekhawatiran mengenai penurunan aliran modal yang masuk ke dalam negara berkembang. Setelah pada 2007 mencapai angka tertinggi diUS$1,2 triliun, aliran modal tahun ini diprediksikan akan anjlok menjadi US$363 miliar, kata laporan itu.

Dengan berkurangnya modal yang masuk, pertumbuhan di negara berkembang akan berada di 1,2% tahun ini, kata Bank Dunia, atau lebih rendah dari prediksinya Maret lalu yang 2,1%.

Bank itu menurunkan prediksinya terhadap Amerika Serikat tahun ini, dengan menduga penurunan 3% di negara itu, setelah memperkirakan kontraksi sebesar 2,4% pada Maret.

Produk Domestik Bruto Jepang akan terbenam 6,8% tahun ini, lebih dalam dari prediksi bank itu Maret lalu yang menduga penurunan sebesar 5,3%, negara pengguna mata uang euro diduga tenggelam 4,5%, atau hampir dua kali lipat dari perkiraan sebelumnya yang mengestimasikan kontraksi 2,7%.

Prediksi global bank itu lebih pesimistis daripada perkiraan International Monetary Fund (IMF). IMF menduga kontraksi global tahun ini sebesar 1,3%, dengan pertumbuhan akan kembali menjadi 2,4% pada 2010.

Negara-negara berkembang di timur Eropa dan Asia Tengah akan mengalami keadaan yang paling parah, kata Bank Dunia dalam revisi perkiraannya. Wilayah itu diperkirakan akan tenggelam 4,7% tahun ini, turun dari proyeksi penurunan 2% pada Maret.

Ekonomi negara berpenghasilan rendah di Amerika Latin dan Karibia diduga akan turun 2,2% tahun ini, dengan pertumbuhan diperkirakan melambat di Asia Timur dan Pasifik, Timur Tengah dan Afrika, Asia Selatan, Afrika Sub-Sahara, kata bank itu.

Berkurangnya bantuan dari negara maju kemungkinan akan membebani pendanaan di negara berkembang, ungkap bank itu.

"Jumlah bantuan pembangunan bagi negara-negara berpendapatan rendah tidak akan menutupi semua dari kebutuhan pendanaan eksternal mereka pada 2009, dengan prediksi kenaikan bantuan dari negara donor menurun secara signifikan, memberikan tekanan fiskal yang kuat yang harus mereka hadapi karena krisis,” ujar laporan itu.

Bank Dunia mengatakan butuh waktu bagi negara kaya untuk memperbaiki sistem finansialnya yang digoncang krisis kredit yang memelopori writedown dan kerugian hampir US$1,5 triliun, serta menyapu sekitar US$26 triliun nilai pasar saham di seluruh dunia sejak 2007.

Laporan itu juga mengatakan perdagangan global berpotensi turun 9,7% tahun ini. Pada Maret bank itu memperkirakan penurunan 6,1%.(er)

bisnis.com

URL : http://web.bisnis.com/keuangan/ekonomi-internasional/1id123939.html

Selasa, 16 Juni 2009

Strategy Club

www.strategyclub.com adalah web site yang dikelola oleh Dr Fred R David, pengarang buku stretegic management. Web ini merupakan pelengkap dari buku teks dibidang manajemen strategi tersebut. Kita bisa memperluas pengalaman kita dalam management strategic pada web tersebut. selamat menikmati...

Standar Gaji CEO Migas thn 2009 Rp 125 - 250 juta


Survei Gaji 2009: Masih Ada yang Hot
Kamis, 28 Mei 2009
Oleh : Eva Martha Rahayu

Krisis tak menghalangi banyak perusahaan menaikkan gaji dan benefit karyawan dari level staf hingga CEO. Dari sejumlah sektor yang disurvei, sektor apa saja yang hot & yang loyo?

Mariawati Santoso, GRP hanya tersenyum ketika dikonfirmasi tentang tingginya kenaikan gaji karyawan perusahaannya di kala krisis ini. Raut wajahnya tidak menunjukkan keterkejutan. “Memang, kami dikabari gajinya paling tinggi di antara perusahaan lain. Itu benar,” tutur VP Human Resources & Business Procurement Service PT Prudential Life Assurance (Prudential) ini. Namun, dia merahasiakan berapa persen nominal kenaikan gaji di perusahaan asuransi jiwa asal Inggris itu.

Salah satu kebijakan remunerasi Prudential, menurut Mariawati, memberlakukan secara net alias tidak ada potongan pajak. Sebab, pajak penghasilan itu ditanggung Prudential. “Kalau di perusahaan lain, kan beda,” ia menuturkan. Bisa ditebak, akhirnya banyak karyawan yang sudah keluar dari Prudential ingin balik lagi.

Mariawati mengungkapkan, krisis global tidak memengaruhi sistem penggajian dan perekrutan Prudential. Untuk rekrutmen, misalnya, perusahaan ini berpedoman pada target perusahaan yang telah ditetapkan. Lantaran kinerjanya bagus, hingga kini pihaknya masih terus mencari karyawan baru. Dan, Prudential memiliki strategi khusus agar karyawan happy. Selain didukung oleh 80% karyawan berusia di bawah 30 tahun dan dinamis, perusahaan itu juga mempunyai recognition committee, seperti kegiatan gala dinner, family day dan movie day.

Selain asuransi, sektor fast moving consumer goods (FMCG) pun kebal terhadap efek krisis dari sisi penggajian. Simak penegasan Heri Soesanto berikut ini. “Apa yang selama ini berjalan, tidak ada perubahan dibanding sebelum krisis,” Corporate Human Resources Division Head PT Mayora Indah Tbk. (Mayora) itu mengungkapkan. Malah, Heri menjelaskan, untuk karyawan lapisan bawah berada pada kategori normatif plus. Artinya, gaji mereka berada di atas ketentuan pemerintah.

Akan tetapi, tidak semua sektor kondisinya seperti itu. Bernadette Themas bisa memaklumi mengapa ada perusahaan yang mampu menaikkan gaji dan ada yang tidak di kala krisis. “Salary increment tidak hanya mengacu pada inflasi dan Gross Domestic Product, tapi juga kemampuan perusahaan,” ungkap Country General Manager BTI Consultants/Kelly Services ini.

Berdasarkan survei gaji per Mei 2009 yang dilakukan BTI Consultants, tiga sektor yang masih hot dengan tingkat kenaikan gaji lebih tinggi adalah asuransi (9%-13%), minyak & gas (8%-12%) dan FMCG (3%-11%). Diikuti sektor farmasi, logistik dan perkebunan yang masing-masing kenaikan gajinya 7%-10%. Kemudian, sektor perbankan dengan tingkat kenaikan 6%-10%, teknologi informasi (TI) 6,5%-9%, serta telekomunikasi 0-9%.

Mengacu hasil sigi gaji itu, cukup mengejutkan bahwa di sektor telekomunikasi ada perusahaan yang tidak menaikkan gaji alias kenaikannya 0%. Padahal, beberapa tahun belakangan terbilang tinggi dan industrinya boom. Mengapa? “Mereka benar-benar konservatif dalam menaikkan salary. Kalau dilihat beberapa tahun lalu, mereka cukup jorjoran dalam menaikkan gaji supaya tidak kehilangan talent. Tapi, sekarang mereka lebih smart, dengan memberikan retention bonus dan variable bonus,” papar Bernadette.

Ya, mayoritas perusahaan di Indonesia saat ini melakukan salary freeze increment dan hiring freeze. Alasannya macam-macam. Perusahaan telekomunikasi -- operator seluler dan vendor – umpamanya, menganggap bahwa sebelumnya mereka telah memberikan gaji dengan level yang tinggi di antara pemain sejenis. Bernadette menduga, bisa jadi kebijakan itu dari kantor pusatnya, terutama perusahaan global. Mereka beranggapan, daripada melakukan PHK, lebih baik menyelamatkan perusahaan dengan efisiensi dalam hal pembayaran gaji.

Di industri telekomunilasi, persaingan harga yang sengit di industri ini dan fakta bahwa semua pemain berlomba menawarkan harga termurah bisa jadi memperkecil kemampuan para pemainnya untuk meningkatkan gaji karyawan. Maklum, dengan keharusan menjual layanan yang murah, margin keuntungan yang mereka peroleh makin menipis.

Bila dilihat secara lebih detail per sektor, menurut kajian BTI Consultants, sektor migas memiliki standar gaji tertinggi. Di level CEO kisaran gajinya Rp 125-250 juta, benefit-nya, antara lain, tunjangan rumah, mobil, THR, opsi saham, bonus, klaim transpor, klaim ponsel, bonus prestasi, biaya pengobatan dan rumah sakit beserta keluarga, Jamsostek, dana pensiun, tunjangan liburan dan keanggotaan golf. Untuk wilayah-wilayah yang jauh, ditambah dengan tunjangan tiket pesawat, sekolah anak, hardship allowances dan settling allowances.

Untuk level di bawah CEO, sektor migas pun masih memimpin. Lihatlah jabatan direksi gajinya Rp 80-125 juta, manajer senior Rp 57-79 juta, manajer Rp 30-65 juta, manajer junior Rp 11-50 juta dan staf (officer) Rp 5-16 juta. Adapun benefit yang diterima level-level di bawah CEO itu nyaris sama.

Setelah migas, sektor telekomunikasi juga menonjol standar gaji dan benefit-nya. Di tingkat CEO, gajinya Rp 100-200 juta dengan benefit: mobil dan sopir, klaim bensin dan parkir, bonus retensi, opsi saham, bonus manajemen, keanggotaan klub, klaim ponsel, biaya pengobatan dan rumah sakit, asuransi. Sementara itu, gaji direktur Rp 60-100 juta, manajer senior Rp 36-60 juta, manajer Rp 30-50 juta, manajer junior Rp 16-30 juta dan staf Rp 5-16 juta.

Standar gaji sektor perbankan tak kalah dari telekomunikasi. CEO mengantongi gaji Rp 130-200 juta dengan benefit meliputi: program kepemilikan mobil, kredit rumah, personal loan, asuransi jiwa dan kesehatan, klaim transpor, tunjangan sopir, klaim ponsel, bonus level senior, pembagian keuntungan, keanggotaan eksekutif, bonus prestasi dan Jamsostek. Selanjutnya gaji direktur Rp 60-130 juta, manajer senior Rp 40-60 juta, manajer Rp 20-40 juta, manajer junior Rp 10-20 juta dan staf Rp 5-10 juta.

Sementara iu, di sektor perkebunan, gaji untuk level CEO Rp 107-164 juta. Direktur gajinya Rp 35-100 juta, manajer senior dan manajer Rp 12-30 juta, manajer junior Rp 6-10 juta dan staf Rp 3,6-8 juta. Lalu, di industri asuransi, gaji CEO Rp 100-150 juta, gaji direktur Rp 60-80 juta, manajer senior Rp 25-40 juta, manajer Rp 15-25 juta, manajer junior Rp 9-15 juta dan staf Rp 3-7 juta (gambaran gaji dan benefit sektor lain selengkapnya lihat Tabel).

Gaji untuk entry level atau management trainee di sektor migas juga tertinggi dibanding sektor lainnya. Untuk level ini, perusahaan migas bersedia memberikan gaji Rp 6-10 juta, diikuti sektor perbankan dan FMCG 3,5-6 juta, telekomunikasi Rp 3,5-5 juta, logistik Rp 2,5-4 juta dan perkebunan Rp 2,5-3,5 juta.

Bila kita cermati, sebenarnya dibandingkan negara-negara lain di Asia Pasifik, kenaikan gaji 2009 di Indonesia tidak terlalu jelek. Katakanlah di sektor FMCG, kisaran kenaikan gaji di Indonesia 3%-11%, sementara di Australia 3%-6%, Hong Kong 4%-7%, Malaysia 5-8%, dan Singapura 4%-5,5%. Sementara di Thailand dan India kenaikan gaji di sektor ini memang lebih tinggi, yakni masing-masing 10%-16% dan 10%-13%.

Untuk farmasi, kenaikan gaji di Indonesia 7%-10%. Angka itu tergolong lebih gede dibandingkan Australia dan Singapura (4%-6%), Malaysia (5%-8%). Sementara kenaikan gaji lebih besar lagi dicapai Thailand (9%-12%) dan India (12%-17%). Lalu, kenaikan gaji sektor TI di Indonesia 6%-9%. Angka itu lebih rendah dibandingkan India (12%-17%) dan Thailand (6%-10%). Akan tetapi, angka tersebut mengungguli Australia (3%-5%), Hong Kong (4%-6%), Malaysia (5%-8%), plus Singapura (4%-6%).

Sejatinya di mata head-hunter, gaji tinggi bukanlah target utama para pemburu kerja, khususnya eksekutif. “Biasanya faktor gaji ada di urutan kedua atau ketiga,” ujar Irham Dilmy, Mitra Pengelola Amrop Hever, tandas. Tentu saja ketika para eksekutif dibajak, otomatis gaji sudah meningkat minimal 30%. Namun, prioritas eksekutif melakukan moving adalah tingkat tantangan pekerjaan. Justru, para eksekutif bosan di lingkungan kerja yang mapan. Pertimbangan lain eksekutif pindah kerja: seberapa besar keterlibatan mereka dalam dunia bisnis internasional dan faktor keluarga.

Ke depan, selain sektor migas, telekomunikasi dan perbankan, masih ada beberapa sektor yang hot. M. Ali Akbar, konsultan karier dari JACC, menjelaskan, saat ini memang industri telekomunikasi bisa dikatakan sudah memasuki tahap maturity, dan posisi-posisi yang tadinya banyak dicari karena kehadiran pemain-pemain baru sekarang sudah terisi. Akan tetapi, banyaknya pemain baru yang kemudian menimbulkan situasi kompetisi yang tinggi pada tahap selanjutnya membuat beberapa posisi tertentu yang strategis menjadi banyak dilirik perusahaan di industri telekomunikasi, seperti penjualan dan pemasaran (manajer dan direktur), value added service (chief information officer, manajer dan engineer).

Sementara itu, untuk industri migas, Akbar menambahkan, para profesionalnya banyak dicari karena keahliannya yang spesifik, seperti reservoir engineer (insinyur untuk pembuatan dan pengelolaan sumur) yang gajinya bisa mencapai US$ 300-500/hari untuk orang lokal dan US$ 500-700/hari untuk ekspatriat. Lalu, senior civil structure engineer untuk offshore, sub-surface engineer (bertanggung jawab atas kegiatan engineering di bawah permukaan laut), dan offshore installation manager.

Irham menambahkan, tenaga tambang migas terkenal dengan keahliannya yang sangat teknis. Tidak semua orang mempunyai keahlian seperti mereka. Orang-orang semacam itulah yang banyak dicari perusahaan pertambangan di seluruh dunia. Di Qatar, misalnya, perusahaan tambang bisa menawarkan gaji empat kali lipat dibandingkan di Indonesia. Dengan kondisi seperti itu, mau tidak mau perusahaan tambang di Tanah Air juga harus menghargai mereka cukup tinggi.

Sektor TI, menurut Akbar, pun diperkirakan masih menjanjikan gaji yang bagus. “Terutama sektor TI yang support ke industri telekomunikasi,” ujarnya. Ia melihat, ada tren perusahaan TI asing yang memindahkan kantor pusatnya untuk Asia Pasifik ke Indonesia dengan alasan yang sangat realistis, yaitu bisnis telekomunikasi di Indonesia adalah salah satu yang paling menjanjikan di dunia karena ada 9 operator telekomunikasi yang memperebutkannya.

Sektor perkebunan yang saat ini sedang agresif, menurut Akbar, juga menawarkan gaji yang lumayan bagus untuk posisi-posisi tertentu. Misalnya, group estate manager gajinya dianggarkan US$ 7-10 ribu/bulan, general manager forestry US$ 15.000/bulan, dan direktur SDM bisa mencapai Rp 100 juta.

Junius Rumindei, Presdir PT JCI-Kimberley Executive Search International, menambahkan, konsultan keuangan korporat dan bisnis multimedia juga sektor yang menarik di masa depan. Alasannya, masih banyak perusahaan yang membutuhkan tenaga ahli, terutama bidang rekayasa keuangan, merger & akuisisi. Ini disebabkan banyaknya perusahaan yang secara fundamental bagus, tapi jatuh nilai pasar atau sahamnya. “Selain akuisisi, juga banyak perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan, sehingga harus merestrukturisasi permodalan, jual perusahaan atau private placement. Alhasil, peran corporate finance advisors sangat diperlukan untuk memuluskan tujuan perusahaan-perusahaan itu,’ kata Junius.


Reportase: Eddy Dwinanto Iskandar, Herning Banirestu, Rias Andriati, Sigit A. Nugroho
Riset: Dian Solihati & Dumaria R.M.


URL : http://swa.co.id/swamajalah/sajian/details.php?cid=1&id=9291

Jumat, 05 Juni 2009

Mantap! Rupiah Tembus 10 Ribu

Catatan: Penguatan nilai rupiah yang hanya disebabkan oleh masuknya investor ke pasar bursa ( bukan sektor rill) dinilai tidak akan mampu mestabilkan nilai tukar rupiah yang sedang menguat ini. Para investor akan dapat dengan mudah menarik dananya dari bursa jika ada isu-isu yang dinilai tidak menguntungkan, dan ketika hal itu terjdi maka nilai tukar rupiah akan melemah kembali.

----------------------

Ekonomi
05/06/2009 - 18:48
Mantap! Rupiah Tembus 10 Ribu
Asteria & Ahmad Munjin

(inilah.com/ Bayu Suta)

INILAH.COM, Jakarta – Gemuruh riang bursa saham terdengar hingga pasar valas. Rupiah pun melonjak girang hingga menembus level 10 ribu per dolar AS. Maraknya aksi beli sukses mendongkrak nilai tukar mata uang lokal ini.

Kurs rupiah pada perdagangan valas di pasar spot antat Jakarta, Jumat (5/6) menguat 115 poin menjadi 9.940-9.975 per dolar, dibanding posisi kemarin di level 10.055-10.065 per dolar AS. Berdasarkan data Bloomberg pukul 16:45 WIB rupiah ditransaksikan menguat 147,5 poin (1,46%) menjadi 9.930 per dolar AS.

Direktur Retail Banking PT Bank Mega Kostaman Thayib mengatakan, rupiah terus menguat seiring tingginya kepercayaan investor asing terhadap Indonesia. Investor asing melihat risk premium di Indonesia berkurang dengan inflasi yang turun dan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih positif. “Ekonomi Indonesia yang tetap tumbuh mendorong pelaku asing menempatkan dananya di pasar domestik ketimbang pasar Asia lainnya,” katanya.

Penguatan rupiah dalam beberapa hari terakhir memang sangat bergantung kepada dana yang masuk ke pasar saham. Aktifnya pelaku asing bermain di pasar domestik karena return yang diperoleh cukup besar, terkait selisih bunga rupiah dengan dolar yang cukup lebar.

Selain itu juga dukungan Bank Pembangunan Asia (ADB) yang sepakat memberikan pinjaman kepada Indonesia sehingga memicu pelaku pasar khususnya asing membeli rupiah. “Investasi asing semakin besar, sehingga kebutuhan dolar bagi BUMN yang harus membayar utang jatuh tempo dan mendorong rupiah terus naik,” ujarnya.

Namun, lanjutnya, masuknya modal asing ke Indonesia tersebut tidak membuka lapangan pekerjaan, karena bukan untuk diinvestasikan dalam sektor riil seperti membangun pabrik, namun hanya membeli surat-surat berharga saja. “Untuk itu, arus dana asing yang masuk ke Indonesia haruslah dikontrol,” ucapnya.

Kostaman menuturkan, kondisi pasar yang stabil dan aman akan memicu rupiah terus menguat hingga jauh dibawah angka 10.000 per dolar. Ia pun memperkirakan rupiah bisa mencapai angka 9.000 per dolar pada akhir pekan mendatang, bila pemilihan presiden terindikasi berlangsung dengan aman dan tenang. “Rupiah ke depan akan semakin prospektif dan diperkirakan akan mampu berada di bawah 9.000 per dolar,” katanya.

Nilai tukar rupiah sore ini terpantau ditransaksikan 8.060 terhadap dolar Australia, 14.251 terhadap mata uang gabungan negara-negara Eropa (euro) dan 6.943 terhadap dolar Singapura.

....... dan baht Thailand merosot 0,19% ke level 34.205 per dolar AS. [E1]

Selasa, 02 Juni 2009

Dampak Ancaman Inflasi AS bagi Indonesia Apa ?

Dampak Ancaman Inflasi AS bagi Indonesia Apa ?

Shared via AddThis

Strategi Bisnis sebuah Proses Berkesinambungan

Assalamu'alaikum.

Pertengahan tahun 2009 ini masih merupakan tahun yang berat bagi dunia bisnis. Akibat dari krisis finansial Amerika masih berimbas ke negara-negara lain, di kawasan asia tenggara saja beberapa negara memiliki pertumbuhan ekonomi yang negatif; seperti negara Thailan, Singapura dan Malaysia juga sudah mengikutinya. Masih beruntung Indonesia yang masih memiliki pertumbuhan pasitif pada kwartal pertama ini, dikarenakan pasar dalam negeri masih mampu untuk menyerap produksi kita.

Pada keadaan seperti ini menjadi kemestian bagi pebisnis untuk menjalankan strategi bisnis dengan baik, terutama bagi bisnis yang memiliki investasi besar yang akan menimbulkan banyak kerugian jika strategi yang diterapkan ternyata banyak kekeliruannya.

Strategi bisnis adalah sebuah proses yang berkesinambungan mulai tahap perumusan strategi, implementasi dan evaluasi strategi tersebut, hasil dari evaluasi akan kembali berpengaruh kepada perumusan strategi untuk masa berikutnya. Salah satu aktifitas pada tahapan penyusun strategi bisnis adalah melakukan audit eksternal, melakukan pemantauan perkembangan lingkungan jauh dan lingkungan dekat dari bisnis yang kita jalankan. Terkait dengan audit eksternal inilah blog ini didedikasikan, sebagai "kliping" bagi data-data online.

Semoga blog ini bermanfaat bagi pebisnis, mahasiswa manajemen strategi dan masyarakat luas pada umumnya.

Wassalam

edwar