Minggu, 22 November 2009

Mobil Murah Tidak Mungkin Mobnas ?


Tiga Produsen Mobil Siap Produksi Mobil Murah

KOMPAS.COM

Artikel Terkait:
Suzuki Paling Siap Produksi Mobil Murah

Senin, 23/11/2009 | 10:05 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Kerja sama Toyota-Daihatsu memproduksi mobil murah, bukan lagi isu, tapi sudah pasti dan tinggal menunggu kebijakan Pemerintah Indonesia. Kepastian kolaborasi itu disampaikan salah satu petinggi dari kedua produsen mobil tersebut.

"Kami akan Kerjasama dengan Daihatsu dalam proyek ini. Barangnya (jenis mobil) saat ini sudah ada, tinggal tunggu kebijakan dari pemerintah," ujar Presiden Direktur PT Toyota Astra Motor (TAM) Johnny Darmawan di Jakarta, baru-baru ini. Dijelaskannya, produk hasil kerjasama kedua merek telah terbukti berhasil. Contohnya, Avanza-Xenia tercatat sebagai mobil terlaris sejak diluncurkan 2004.

Mengenai mobil murah, Johnny masih enggan menceritakan lebih detail. Tapi ditegaskannya, mobil tersebut akan bercita rasa lokal sesuai dengan kebijakan yang dirilis Toyota Motor Corp. selaku prinsipal.

Terkait dengan hal ini, Direktur Industri Alat Transportasi dan Kedirgantaraan Departemen Perindustrian (Depperin) Panggah Susanto menjelaskan, draft pengembangan mobil murah sudah diteruskan ke Departemen Keuangan untuk dibahas interdept. Targetnya, akhir tahun 2009 keputusan sudah bisa diterima dan akan ditawarkan ke seluruh prinsipal mobil.

"Kami sudah kirim itu (draft) ke Depkeu (Departemen Keuangan). Kita maunya mobil yang diproduksi nanti tidak sekedar murah, melainkan juga ramah lingkungan (low cost and eco car)," ujar Panggah.

Beberapa poin yang coba ditawarkan pemerintah antara lain, memenuhi kandungan lokal sebesar 60%, konsumsi bahan bakar 1liter per 22 km, dan menggunakan standar emisi Euro 3. Pemerintah Juga menawarkan paket insentif fiskal, salah satunya pemangkasan pajak penjualan barang mewah (PPnBM).

Selain dua merek di atas, PT Suzuki Indomobil Motor (SIM) juga menyatakan siap memproduksi mobil murah. Suzuki mengaku telah memiliki teknologi yang dibutuhkan, khususnya mesin dengan kapasitas silinder kecil yang cocok untuk mobil murah, yakni K10B, K12B, dan K14B.

"Kami tinggal menunggu keputusan dari pemerintah. Kami sudah memiliki mesin dan tinggal melakukan penelitian lebih lanjut mesin yang mana yang akan dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan," ujar Persiden Direktur SIM Yoshiji Terada, belum lama ini.

Selasa, 17 November 2009

Insentif bagi Industri

Rabu, 18/11/2009 11:12 WIB
Impor Mesin dan Bahan Bangunan Bebas Bea Masuk
Wahyu Daniel - detikFinance


Jakarta - Menteri Keuangan menetapkan pembebasan tarif Bea Masuk (BM) atas impor mesin serta barang dan bahan bangunan untuk pengembangan industri dalam rangka penanaman modal.

Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.176/PMK.11/2009 tanggal 16 November 2009.

"Kebijakan ini dibuat dalam rangka peningkatan investasi di dalam negeri untuk mendorong perekonomian nasiorial di tengah persaingan global dan mendukung Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Badan Koordinasi Penanaman Modal yang diatur dalam pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 dan Peraturan Presiden Nomor 27 tahun 2009," ujar Kepala Biro Humas Depkeu Harry Z. Soeratin dalam siaran pers, Rabu (18/11/2009).

Fasilitas pembebasan BM ini diberikan atas impor mesin, barang, dan bahan yang dilakukan oleh perusahaan yang melakukan kegiatan usaha di bidang industri
yang menghasilkan barang dan/atau jasa dalam rangka pembangunan/pengembangan industri.

Industri jasa yang dapat memanfaatkan fasilitas ini adalah industri jasa pariwisata dan kebudayaan, jasa transportasi/perhubungan Uasa transportasi publik), jasa pelayanan kesehatan publik, jasa pertambangan, jasa konstruksi, jasa telekomunikasi, dan jasa kepelabuhanan.

Untuk mendapatkan fasilitas ini pimpinan perusahaan mengajukan permohonan kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal. Dengan diterbitkannya persetujuan
fasilitas ini:

1. Perusahaan yang telah menyelesaikan pembangunan/pengembangan industri (kecuali industri jasa) dapat memperoleh pembebasan bea masuk atas impor barang dan bahan untuk keperluan produksi paling lama 2 (dua) tahun sesuai kapasitas terpasang (untuk pengembangan dipersyaratkan paling sedikit menambah 30% kapasitas industri);

2. Perusahaan yang melakukan pengembangan industri dengan menggunakan mesin produksi buatan dalam negeri paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari total nilai mesin, setelah menyelesaikan pengembangan industri (kecuali industri jasa) dapat memperoleh pembebasan BM atas impor barang dan bahan untuk keperluan tambahan produksi paling lama 2 (dua) tahun sesuai kapasitas terpasang.

"Kebijakan ini berlaku 30 hari sejak 16 November 2009 dan akan dievaluasi paling lama 2 (dua) tahun sejak tanggal berlaku," tutup Harry. (dnl/qom)

Senin, 16 November 2009

Honda dan Yamaha Nikmati 91 Persen Pangsa Pasar Sepeda Motor Indonesia


Kompas.com/Zulkifli BJ

Penjualan sepeda motor dari Januari-Oktober 2009 dibandingkan dengan penjualan ritel mobil di Indonesia.


JAKARTA, KOMPAS.com- Pasar motor Indonesia tetap bergairah. Periode 10 bulan 2009, berdasarkan data terakhir AISI (Asosiasi Industri Sepedamotor Indonesia) yang diperoleh KOMPAS.com, telah terjual 4.780.802 unit sepeda motor.

Untuk Oktober 2009 saja, penjualan motor mencapai 615.265 unit, naik 45,5 persen dibandingkan bulan sebelumnya (September 2009: 422.718 unit). Kendati demikian, penjualan sepeda motor tertinggi selama 2009 justru terjadi pada Agustus 2009, 627.945 unit.

Kondisi tersebut menggambarkan, seperti yang diprediksi Ketua Umum AISI, Gunadi Sindhuwinata, penjualan sepeda motor tahun ini mencapai 5,7 juta, tidak akan meleset. Dibandingkan tahun lalu (6,2 juta unit), penurunan hanya 20 persen. Sebelumnya sempat diperkirakan, penjualan tahun ini akan turun sekitar 30 persen. No bad!

Honda versus Yamaha
Meski anggota AISI ada 7 merek, yaitu Honda, Kawasaki, Kanzen, Kymco, Piaggio, Suzuki dan Yamaha, hanya dua merek yang menguasai mayoritas pasar motor Indonesia, yaitu Honda dan Yamaha. Keduanya kalau digabungkan, selama 10 bulan ini, mencaplok 91,33 persen pangsa pasar sepeda motor Indonesia.

Honda 2.192.469 unit (45,86 persen) dan Yamaha 2.173.631 unit (45,47 persen). Sisanya, 414.702 unit dibagi 3 merek lain. Suzuki kebagian 361.792 unit atau 7,57 persen. Dua merek lainnya yang masih mencicipi adalah Kawasaki dan Kanzen, masing-masing 1,04 persen dan 0,07 persen. Sedangkan Kymco dan Piaggio dilaporkan nihil.

Dominasi Bebek
Berdasarkan kategori, bebek alias underbone, masih terbesar. Namun kini hanya tinggal 54,80 persen, semua menggunakan mesin menggunakan mesin 4-tak. Di kategori ini Honda masih berjaya, menguasai 1.351.860 unit, sedangkan Yamaha 1.014.098 unit.

Produsen dengan simbol tiga garpu tala, Yamaha, mendominasi kategori skuter dengan total penjualan 982.809 unit (melalui Mio). Honda dengan tiga versi produknya, Vario Techno, Vario dan Beat kebagian 673.644 unit. Lantas, Suzuki yang mengandalkan Spin, Skywave dan Skydrive memperoleh 100.934 unit. Total pangsa pasar skutik 36,76 persen dari seluruh kendaraan roda yang dipasarkan oleh anggota AISI di Indonesia.

Kategori sport hanya memperoleh pangsa 8,44 persen dengan komposisi, mesin 2 tak 0,51 persen dan 4-tak 7,93 persen. Pangsa sport jadi milik Yamaha, dengan total penjualan 176.724 unit, kompetitor terdekatnya Honda 166.965 unit.

Cukup menarik, kendati kecil, pada kategori ini, posisi ketiga, kini diduduki oleh Kawasaki dengan total penjualan mencapai 37.283 unit. Sedangkan Suzuki yang selama ini mengandalkan Thunder, kebagian 22.517 unit.

Kejar-kejaran
Penjualan dua merek yang sangat perkasa di arena pasar sepeda motor Indonesia, Honda dan Yamaha, sepanjang 2009 berlangsung sangat ketat, saling susul-menyusul. Honda unggul pada total penjualan Januari, Februari, Maret, Agustus, September dan Oktober. Sedangkan Yamaha pada April, Mei, Juni dan Juli.

Nah, agar kembali posisi depan, Yamaha sudah mempersiapkan senjata barunya untuk menarik hati konsumen Indonesia!

ZBJ

Kamis, 12 November 2009

Thee Kian Wee


Thee Kian Wie
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Dr. Thee Kian Wie (lahir di Jakarta, 20 April 1935; umur 74 tahun) adalah seorang pakar ekonomi, penulis, dan peneliti senior Indonesia. Ia merupakan peneliti ahli dalam bidang ekonomika, khususnya sejarah ekonomi dan perkembangan industri. Keberadaannya sebagai peneliti sangat disegani baik di tingkat nasional maupun internasional.

Daftar isi [sembunyikan]
1 Pendidikan
2 Penghargaan
3 Karir
4 Hasil Karya
5 Pranala luar


Pendidikan

Universitas Wisconsin, Amerika Serikat (Ph.D., 1969)
Universitas Indonesia (Fakultas Ekonomi, 1959)

Penghargaan

Tanda Kehormatan Republik Indonesia Bintang Jasa Utama
Tanda Kehormatan Republik Indonesia Bintang Jasa Nararya
Gelar Doktor Honoris Causa (Dr. HC) dari Universitas Nasional Australia (2004)
Penghargaan The Habibie Award 2006
Penghargaan Sarwono Prawirohardjo Award VII (2008)
Penghargaan Kompas Award 2008 untuk cendekiawan ekonomi


Karir

Staf Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia (1959-1962)
Staf Peneliti kemudian Staf Ahli Peneliti Utama Leknas LIPI (1962- sekarang)
Anggota senat dan dosen Akademi Pimpinan Perusahaan Indonesia (1970-sekarang)
Asisten Direktur Leknas LIPI (1974-1978)
Pemimpin Proyek Penelitian Perspektif Perekonomian Indonesia (1975-1978)
Dosen Luar Biasa Universitas Sriwijaya, Palembang (1976-sekarang)
Visiting Fellow Research School of Pacific Studies Australia National University, Canberra (1982-1983)


Hasil Karya

The Regional Economic Survey of South Sumatera (1971)
Perusahaan-perusahaan multinasional (1971)
Report on the main field survey (1972)
An estimation of gross value added of commerce in the province of South Sumatra in 1970; the regional economic survey of the province of South Sumatra (1972-1973)
Krisis moneter internasional (1972)
Revised summary of gross provincial product estimation for the province of South Sumatra, 1970; the regional economic survey of the province of South Sumatra (1972)
South Sumatra's external trade in 1970 (1973)
Sekitar kerja sama ekonomi dan ilmiah: laporan sidang-sidang ilmiah internasional (1974)
Sekitar Kerja Sama Ekonomi dan Ilmiah (1974)
The Indonesian economy toward the year 2000 Problems and prospects (1975)
Japanese direct investment in Indonesia findings of an experimental survey (1978)
From growth to basic needs (1980)
Indian direct investment in Indonesia (1980)
Menuju suatu tata ekonomi internasional baru perjuangan mengenai dana bersama dan fokus perjuangan selanjutnya sesudah UNCTAD V (1980)
Pembangunan Ekonomi dan Pemerataan (1981)
Pemerataan, kemiskinan, ketimpangan : beberapa pemikiran tentang pertumbuhan ekonomi (1981)
The North Sumatran regional economy growth with unbalanced development (1988)
Dialog kemitraan dan keterkaitan antara usaha besar dan kecil dalam sektor industri pengolahan (1992)
Pemikiran, Pelaksanaan, dan Perintisan Pembangunan Ekonomi (1992)
Pengembangan Kemampuan Teknologi Industrial: Tantangan Bagi Indonesia (1993)
Industrialisasi di Indonesia : beberapa kajian (1994)
Intra - Regional Investment in Indonesia (1994)
Kemampuan Teknologi dan Ekspor Industri Tekstil dan Garmen Indonesia (1994)
Economic Reform and Deregulation in Indonesia (1995)
The Relevance and Comparability of Taiwan's Development Experience to Indonesia (1996)
Pengembangan kemampuan teknologi industri di Indonesia (1997)
Indonesia's Economic Peformance Under the New Order: The Effects of Liberalisation and Globalysation (1998)
Industrialisasi Indonesia analisis dan catatan kritis (1998)
Aspek-Aspek Ekonomi Yang Perlu Diperhatikan Dalam Implementasi UU No.5/1999 (1999)
Pelaku berkisah ekonomi Indonesia 1950-an sampai 1990-an (2006)
Survey of Recent Developments (2007)


Pranala luar

(id) Thee Kian Wie: Sosok Peneliti Senior IPSK LIPI
(id) Profil Thee Kian Wie
(id) Thee Kian Wie dan Ninok Leksono Dapat Penghargaan Sarwono
(id) Thee Kian Wie dan Kecintaan pada Ilmu
Thee Kian Wie, Citation for an Honorary Degree

Selasa, 03 November 2009

Rekomendasi National Summit 2009

Beberapa Isu dan Rekomendasi di Bidang Ekonomian pada National Summit 2009

Jakarta, 29 Oktober 2009 - Pertemuan National Summit 2009 yang telah dibuka secara resmi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bertujuan untuk melakukan dialog dan pembahasan dengan seluruh para pihak pemangku kepentingan (stakeholders) di Indonesia tentang berbagai hambatan kegiatan usaha seperti ketidakharmonisan kebijakan pemerintah pusat, pemerintah daerah dan sebagainya. Masukan-masukan yang didapat ini akan langsung pemerintah respon dengan cepat dan mencari jalan keluar dari segala permasalahan tersebut.

Pada hari pertama yang membahas permasalahan-permasalahan pada bidang ekonomi telah dapat diinventarisir sebagai berikut:


I. Di bidang infrastruktur isu-isu yang mengemuka adalah:

Pengadaan Tanah;
Skema Public Private Partnership (PPP);
Alternatif Pembiayaan Infrastruktur;
Revitalisasi Peran Pemerintah dalam Percepatan Pembangunan Infrastruktur;
Peraturan yang tidak sinkron;
Pembangunan Infrastruktur yang belum merata di berbagai daerah;
Penggunaan lahan yang berada di hutan lindung untuk pembangunan infrastruktur/ perkebunan.

Beberapa rekomendasi yang disampaikan antara lain:

Landasan hukum/ Peraturan yang lebih kuat dengan merevisi UU no.20/1961 tentang Pencabutan Hak-hak atas Tanah dan Benda-benda yang Ada di Atasnya;
Peninjauan kembali/revisi UU 5/1960 tentang Agraria;
Perubahan regulasi (al. Perpres 67/2005) untuk menciptakan iklim investasi infrastruktur yang lebih kondusif;
PPP diatur dengan memahami kondisi investasi infrastruktur yang layak secara financial, layak secara ekonomi tetapi tidak layak financial, dan tidak layak ekonomi dan tidak layak finansial;
Adanya alternative pembiayaan yang khusus untuk infrastruktur: dalam jumlah besar, berjangka panjang dan sesuai dengan karakteristik kebutuhan infrastruktur;
Review/ sinkronisasi kebijakan/ UU yang ada terkait Tata Ruang dan Kehutanan;
Sinkroinisasi pengembangan infrastruktur dan penataan kawasan.


II. Di bidang pangan beberapa rekomendasi yang diusulkan sebagai berikut:

Investasi infrastruktur jalan, air, listrik, pelabuhan, angkutan, logistik, dan pasca panen; termasuk dengan melakukan realokasi anggaran maupun mencari sumber pembiayaan lain yang berjangka panjang;
Pembentukan lembaga pembiayaan yang didedikasikan untuk melayani usaha pangan dan pertanian;
Harmonisasi peraturan terkait PPN, percepatan restitusi, serta peraturan tentang pajak dan bea alsintan;
Kebijakan untuk mempromosikan pemanfaatan teknologi rekayasa genetika;
Dilakukan penyajian data dan informasi serta hasil audit mengenai kondisi pangan, termasuk lahan, produksi, produktivitas, dan beberapa variabel lain;
Peraturan untuk mempromosikan investasi dan peran swasta dalam usaha pangan;
Promosi diversifikasi pangan dan ketahanan gizi masyarakat;
Pembentukan �Indonesia sea and coast guard�.


III. Di bidang energi isu-isu pokok yang mengemuka adalah:

Jaminan pasokan energi;
Sistem harga yang kompetitif;
Investasi dan kemandirian pengelolaan energi;
Renewable energy.

Beberapa rekomendasi yang disampaikan antara lain:

Penerbitan PP dan Permen ESDM tentang pasokan batubaran dalam negeri (DMO)
Merevisi Perpres No. 71/2005 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Jenis BBM tertentu;
Menerbitkan Perpres tentang proyek percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik 10.000 MW tahap II;
Menyusun roadmap rasionalisasi subsidi listrik dan BBM;
Menyelesaikan permasalahan tumpang tindih peraturan perundang-undangan anatar UU Pertambangan (UU No. 4 tahun 2009), UU Kehutanan (UU No. 41 tahun 2009) UU Tata Ruang (UU No. 26 tahun 2007) dan UU Lingkungan Hidup (UU No. 32 tahun 2009);
Menerbitkan peraturan Menteri Keuangan tentang pemberian insentif untuk pemanfaatan renewable energy berupa keringanan pajak
Untuk penyederhanaan birokarsi perijinan bagi pembangkit listrik skala kecil (<10 MW) yang menggunakan energi baru atau terbarukan maka perijinannya dilimpahkan kepada pemerintah daerah;


IV. Di bidang pemberdayaan UMKM isu-isu pokok yang mengemuka antara lain:

Aksesibilitas usaha mikro dan kecil terhadap Lembaga Keuangan Mikro;
Ada pengertian bersama bahwa KUR prosedurnya sulit karena melalui perbankan, mensyaratkan penjaminan/agunan, dan bunganya tinggi. Bunga yang tinggi membuat cost of capital tinggi sehingga daya saing UMKM rendah;
Masalah UMKM tidak hanya dana. tetapi juga pengetahuan dasar-dasar bisnis, manajemen, pemasaran, bahan baku, inovasi, teknik produksi (diversifikasi), dan legalitas;
Pemberdayaan usaha-usaha mikro perdesaan terutama yang dikelola oleh perempuan.

Beberapa rekomendasi yang disampaikan antara lain:

Sumber dana LKM direkomendasikan berasal dari dana PKBL dan sumber-sumber dana lainnya seperti CSR.
Menurunan tingkat bunga KUR dan pencapaian target penyaluran KUR dan merelaksasi persyaratan KUR.
Ada kesepakatan perlunya pembedaan paradigma antara pemberdayaan usaha mikro dan pemberdayaan usaha kecil, menengah dan besar. Yang pertama difokuskan pada kemampuan untuk mendapatkan akses dasar usaha, sedangkan yang kedua lebih kepada peningkatan daya saing.
Diperlukan diklat dan pendampingan, revitalisasi pasar tradisional, dan penurunan biaya-biaya lain khususnya transportasi, kemudahan perizinan (status halal, BPOM, pendirian usaha, brand nasional), pencarian mitra, dan penjaminan.
Perlu ada studi tentang evaluasi efektivitas program-program pemberdayaan atau bantuan kepada UMKM dengan indikator-indikator keberhasilan yang relevan, seperti jangkauan pasar, perubahan status dari mikro ke kecil, kecil ke menengah dst.
Ada pengertian bersama bahwa OVOP, pendekatan klaster (berbasis daerah, maupun industri atau usaha), dan lembaga penjaminan kredit daerah dapat dijadikan sebagai salah satu modalitas untuk membangun UMKM.
Perlu ada perubahan struktur yang signifikan dari semula pengusaha mikro karena adanya keterpaksaan, menjadi pengusaha mikro karena peluang pasar yang ditangkap oleh enterprenuer muda yang skillful (terutama mereka yang bergerak di industri kreatif atau UKM inovatif.)


V. Di bidang revitalisasi industri dan jasa isu-isu yang mengemuka adalah:

Energi: Ketersediaan listrik yang kurang
Ketenagakerjaan
Infrastruktur Transportasi
Bank dan Pendanaan
Investasi
Perpajakan
Kepabeanan
Pasar
Bahan Baku/Struktur Industri
Teknologi
Kawasan Ekonomi Khusus
Pariwisata

Beberapa rekomendasi yang disampaikan antara lain:

Penambahan kapasitas pembangkit listrik
Perubahan paradigman kehutanan tidak hanya sebagai deforestasi tetapi sebagai sumber energi
Mendorong sertifikasi kompetensi profesi dengan dukungan insentif
Operasional seluruh pihak berwenang di pelabuhan menjadi 24 jam sehari, 7 hari seminggu.
Kebijakan pemberian kredit usaha mikro
Percepatan proses memulai usaha (dari 60 hari menjadi 40 hari) dan Sistem Pelayanan Informasi Perijinan secara elektronik dan terpadu 1 pintu.
Percepatan operasionalisasi Nasional Single Window (NSW)
Penataan pasar modern � tradisional guna menciptakan persaingan usaha sehat
Penyediaan anggaran R&D lebih besar oleh pemerintah dengan alokasi yang efektif dan efisien.
Visa on arrival diproses di atas pesawat.


VI. Di bidang transportasi isu-isu yang mengemuka adalah:

Transportasi multi moda diperlukan untuk mengarah ke �seamless� transport;
Transportasi laut yang diharapkan mampu menjadi penggerak Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua belum mampu menjalankan perannya dalam pembangunan wilayah;
Buruknya transportasi perkotaan menyebabkan kota-kota di Indonesia tidak efisien, memiliki kondisi lingkungan udara yang tidak sehat, kehilangan daya saing secara komparatif dan tidak mampu mendorong investasi dan pertumbuhan;
Angka kecelakaan lalulintas yang tinggi menyebabkan tingkat kepercayaan masyarakat dan dunia usaha rendah, dan menyebabkan rendahnya produktifitas nasional.

Beberapa rekomendasi yang disampaikan antara lain:

Menyusun blue print transportasi multimoda;
Menyusun perencanaan jaringan transportasi laut yang terintegrasi untuk wilayah Kalimantan Sulawesi Maluku Papua;
Meningkatkan pelayanan angkutan umum masal di kota-kota metropolitan
Melakukan audit keselamatan dan kepatuhan (compliance) untuk semua komponen transportasi, baik regulator, operator, maupun awak;
Perlu ada program investasi bagi pelabuhan dan Bandar udara dengan melibatkan swasta menyusul terbitnya berbagai paket UU transportasi yang memungkinkan swasta berpartisipasi.

Sumber : http://www.ekon.go.id/content/view/521/1/

Minggu, 01 November 2009

CIT Group (bank AS) Bangkrut


Senin, 02/11/2009 09:54 WIB
20 Kebangkrutan Terbesar AS
Nurul Qomariyah - detikFinance


Foto: Reuters

Washington - Bank UKM terbesar di AS, CIT Group akhirnya mendaftarkan perlindungan kebangkrutan pada Minggu (1/11/2009). Kebangkrutan bank yang sudah menerima dana bailout pemerintah AS sebesar US$ 2,33 miliar itu kini menjadi salah satu yang terbesar di AS.

CIT didirikan pada tahun 1908 dan mencatat sejarah sebagai salah satu bank untuk segmen UKM yang terbesar di AS. Seiring terjadinya krisis, CIT Group pun tak luput dari goncangan.

CIT berharap statusnya sebagai kreditor sektor UKM bisa memenangkan dukungan politik setelah berjuang keras sejak awal tahun ini. Namun pada Juli, Federal Deposit Insurance Corp menolak untuk menjadi penjamin dalam penerbitan surat utang CIT. Perseroan pun harus berjuang keras untuk mencari pendanaan sendiri.

Sebuah kelompok pemegang obligasi CIT akhirnya memberikan pinjaman sebesar US$ 3 miliar pada Juli. Para pemegang saham juga bersedia menukar surat utang lama sebesar US$ 1 miliar dengan surat utang baru.

Langkah tersebut memang memberikan waktu bagi CIT untuk bernafas, meski masih memiliki utang yang tidak dijamin dan jatuh tempo pada November sebesar US$ 800 juta. Dan lebih dari US$ 3 miliar utang yang tidak dijamin jatuh tempo pada akhir Maret.

Pekan lalu, CIT berhasil mengamankan tambahan pendanaan sebesar US$ 4,5 miliar dari investor yang akan membantu mereka melewati proses kebangkrutan. Icahn pada Jumat lalu juga telah sepakat untuk memberikan fasilitas kredit sebesar US$ 1 miliar.

CIT akhirnya mendaftarkan perlindungan Chapter 11 di pengadilan Manhattan demi memperlancar proses restrukturisasi utangnya. Bank yang sudah berusia 101 tahun itu melaporkan total aset sebesar US$ 71 miliar dengan liabilities US$ 65 miliar, sehingga tercatat sebagai salah satu rekor kebangkrutan terbesar.

Berikut daftar 20 kebangkrutan terbesar di AS berikut nilai asetnya sejak tahun 1980, yang dikutip dari AFP, Senin (2/11/2009).


Lehman Brother (bank), 15 September 2008, US$ 691 miliar
Washington Mutual (bank), 26 September 2008, US$ 327,9 miliar.
WorldCom (telekomunikasi), 21 Juli 2008, US$ 103,9 miliar.
General Motors (otomotif), 1 Juni 2009, US$ 91 miliar.
CIT (bank pinjaman), 1 November 2009, US$ 71 miliar.
Enron (perdagangan energi), 2 Desember 2001, US$ 65,5 miliar.
Conseco (asuransi), 17 Desember 2002, US$ 61,4 miliar.
Chrysler (otomotif), 30 April 2009, US$ 39,3 miliar.
Pacific Gas and Elctric (utilitas), 6 April 2001, US$ 36,1 miliar
Texaco (minyak), 21 April 1987, US$ 34,9 miliar.
Financial Corporation of America (bank), 9 Seotember 1988, US$ 33,8 miliar.
Refco (perdagangan), 17 Oktober 2005, US$ 33,3 miliar.
Indymac (bank), 31 Juli 2008, US$ 32,7 miliar.
Global Crossing (telekomunikasi), 28 Januari 2002, US$ 30,1 miliar.
Bank of New England (bank), 7 Januari 1991, US$ 29,7 miliar.
Lyondell (kimia), 6 Januari 2009, US$ 27,4 miliar.
Calpone (perusahaan listrik), 20 Desember 2005, US$ 27,2 miliar.
New Century Financial Corporatuon (perdagangan), 2 April 2007, US$ 26,1 miliar.
United Airlines (maskapai), 9 Desember 2002, US$ 25,2 miliar.
Colonial Bank (bank), 14 Agustus 2009, US$ 25 miliar.


(qom/dro)