Kamis, 14 Juli 2011

Chairul Tanjung Takut Kelola Bank Muamalat

Mundur Dari Daftar Peminat Bank Syariah Pertama
Jum'at, 15 Juli 2011 , 01:33:00 WIB

RMOL.Bos Para Group Chairul Tanjung akhirnya mundur dari daftar pembeli Bank Muamalat Indonesia Tbk (BMI). Dia mengaku tidak sanggup mengelola risiko keuangan di bank syariah pertama di Indonesia tersebut.

“Setelah melihat secara te­liti dan sebagainya, ketika kita me­li­hat, risikonya terlalu besar,” ung­kap pria yang kerap dijuluki CT ini usai Peresmian Gedung Kan­tor Wilayah Jakarta Bank Me­ga di Cikini, Ja­karta, kemarin.

Ditanya apakah si­kap mun­dur­nya itu terkait dengan harga yang ditawarkan pemilik Bank Mua­malat, Ketua Unun Dewan Eko­nomi Nasional (DEN) ini enggan menjelaskan lebih jauh. “Kamu artiin saja sendiri,” cetus CT.

Dia beralasan, bank yang sudah mengajukan pembelian atau penelitian menyeluruh (due dili­gence) tidak boleh mengung­kap­kan rahasia banknya. “Kita tidak boleh membicarakan isi pe­rut bank yang sudah due dili­gence,” timpal bos Trans TV ini.

Manuver bisnis CT dalam dua tahun terakhir terbilang sangat agresif. Setelah membeli saham peritel kakap PT Carrefour In­do­ne­sia, dia juga memborong sa­ham media online Detik.com. CT juga memiliki Bank Mega.

Sebelumnya, Direktur Per­bankan Bank Indonesia (BI) Syariah Mulya Siregar me­ng­ata-kan, ada tiga investor lokal dan lima investor asing yang bersa­ing memperebutkan Bank Mua­malat. Investor lokal itu antara lain PT Saratoga Inves­tama Seda­ya milik Sandiaga Uno, Para Group dan Bank Mandiri.

Sedangkan in­vestor asingnya antara lain Stan­dard Chartered Plc (Stanchart), Qatar Islamic Bank SAQ, Over­sea Chinese Banking, OCBC Over­seas dan ING Baring Bank.

Dia mengatakan, sampai saat ini belum ada penyelesaian akhir di antara Bank Muamalat dan sa­lah satu dari delapan investor ter­sebut.

“Belum ada yang deal. Kita belum ta­wa­r­kan berapa har­ga­nya,” ujar Mulya seraya me­nam­bahkan, bagi BI, siapapun yang membeli sudah seha­rusnya mem­punyai prospek long term com­mit­ment terhadap Bank Mua­ma­lat. (Rakyat Merdeka, 14/7).

Selain Para Group, PT Bank Permata Tbk juga mundur dari ten­der karena soal risiko ke­ua­ngan. “Kami sudah mundur. Bu­kan gagal, tetapi kami me­mu­tus­kan mundur dari bidding selan­jutnya,” ujar Wakil Direktur Uta­ma PermataBank Herwidayatmo.

Pemerintah menilai, penjual Bank Muamalat mematok harga kelewat tinggi, yaitu 3,2 kali rasio harga saham terha­dap la­ba bersih per saham.

Menteri BUMN Mustafa Abu­bakar meng­ung­kapkan, harga tersebut ter­lampau tinggi karena rasio harga saham terhadap laba ber­sih per saham (price to ear­ning ratio atau P/E Ratio) pe­ru­sahaan sejenis berada di kisaran 2-2,2 kali.

Selama 2010, Bank Muamalat bisa meraih keuntungan sebesar Rp 238,2 miliar atau naik 200 persen dari Rp 78,7 miliar pada 2009. Dirut Bank Muamalat Arviyan Arifin mengatakan, pen­­capaian laba yang signifikan ini karena keberhasilan menge­lola dana pihak ketiga (DPK).

Pa­da kuartal pertama tahun 2011, DPK Muamalat naik 54,7 per­sen jadi Rp 17,5 triliun diban­ding pe­riode yang sama tahun 2010. Se­men­tara asetnya naik dari Rp 16 tri­liun pada 2009 jadi Rp 21,5 tri­liun pada 2010.

Direktur Program Ekonomi dan Finance Islami Universitas Trisakti Sofyan S Harahap tidak mempermasalahkan penjualan saham Muamalat ke asing. Yang terpenting, tidak merusak kaidah syariah bank tersebut. [rm]

Delapan Investor Siap Pinang Bank Muamalat Rabu,


13 Juli 2011 16:41 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Tiga investor telah menyatakan keseriusannya kepada Bank Indonesia untuk membeli Bank Muamalat. Hingga kini tercatat delapan investor yang mengincar pionir bank syariah di tanah air itu.

Direktur Direktorat Perbankan Syariah, Mulya Siregar, menyatakan terdapat tiga investor lokal dan lima investor asing yang berminat meminang Muamalat. Tiga investor lokal itu adalah Saratoga milik Sandiaga Uno, Para Group yang dipimpin Chairul Tanjung, dan Bank Mandiri. Sedangkan lima investor asing tersebut adalah Qatar Islamic Bank, OCBC Overseas, Standard Chartered, Bearing Bank, dan Overseas Chinese Banking. “Namun sampai sekarang pihak Bank Muamalat belum menjatuhkan pilihan,” katanya, Rabu (13/7).

Ia mengatakan mekanisme akusisi diserahkan BI kepada Bank Mualamat dan investor. Mulya menambahkan, bagi BI, siapa pun yang akan membeli sudah seharusnya mempunyai komitmen jangka panjang terhadap Bank Muamalat. "Jangan sampai baru beli sebentar, lalu dijual setahun kemudian,” katanya. Selain itu, dia berharap agar investor terpilih tidak mengubah visi dan misi yang sudah dibangun Bank Muamalat sejak lama. Tidak masalah apakah yang mengakuisisi itu nonislami atau bukan.

Sementara itu, sejumlah pemegang saham asing di Bank Muamalat saat ini berencana melepas saham mereka. Pemegang saham tersebut adalah Boubyan Bank Kuwait, Saudi Arabian Atwill Holdings Limited, dan Islamic Development Bank (IDB). Saat ini, Boubyan Bank Kuwait dan Saudy Company memiliki masing-masing 24,9 persen saham di Muamalat. Sedangkan IDB sebesar 32 persen.

Pelepasan saham ini dilakukan karena sejumlah alasan. Boubyan Bank Kuwait misalnya melepas saham karena ingin melakukan pemulihan. Akibatnya, bank tersebut akan memfokuskan ekspansinya di kawasan Timur Tengah saja. Sehingga semua investasi yang ada di luar itu akan ditarik. Sedangkan, Saudi Company melepas saham karena merasa sudah terlalu lama memiliki saham Muamalat. “Mereka sudah punya saham bank tersebut sampai 7 tahun, mungkin sudah waktunya menjual,” katanya.

Sementara keputusan IDB dilandasi adanya ketentuan baru perusahaan. Mereka hanya boleh memiliki saham sebuah bank hingga 20 persen saja. Sementara saat ini, porsi saham mereka mencapai 32 persen. Lagipula sudah menjadi karakter IDB untuk melepas saham bank ketika masa pemulihan bank tersebut telah usai. IDB masuk ke Muamalat pada 1998 dan membantu bank tersebut untuk bangkit.

Redaktur: Johar Arif
Reporter: Fitria Andayani