Kamis, 26 Januari 2012

Tim pilpres Mega Prabowo


Selasa, 02/06/2009 20:48 WIB
Tim Sukses Mega-Prabowo
Strategi Gerilya Lawan Operasi Intelijen
Deden Gunawan - detikNews


Jakarta - M Yasin akhir-akhir ini sungguh sibuk. Kelompok massa silih berganti menemui anggota tim sukses Mega-Prabowo tersebut. Sang jenderal memang ditunjuk sebagai koordinator penggalangan massa.

Dipilihnya Yasin sebagai koordinator penggalangan massa lantaran ia pernah masuk dalam tim sukses SBY di pilpres 2004. Dia dianggap menguasai lapangan, terutama di tingkat akar rumput.

...............

Hanya saja, kata dia, medan pertempuran di Pilpres kali ini agak berbeda dengan Pilpres 2004. "Untuk menjaring massa saat ini unsur money politics akan sangat kuat. Ini merupakan imbas dari pilkada yang selalu menggunakan serangan fajar dengan bagi-bagi uang. Tantangan seperti ini yang paling berat," aku Yasin.

Yasin sepakat dengan anggapan sejumlah pihak yang menyebutkan, dalam Pileg April lalu, terjadi 'operasi senyap' yang mempengaruhi pilihan masyarakat dan beberapa kecurangan.

"Operasi senyap bukan isapan jempol. Kisruh DPT dan serangan fajar merupakan strategi yang mereka gunakan," jelasnya.

Untuk mengantisipasinya, Jasin mengaku telah membentuk jejaring relawan di sejumlah daerah. Mereka terdiri dari kelompok-kelompok kecil massa namun tersebar merata hingga ke kampung-kampung.

Dengan pola gerilya seperti ini, urai Jasin, jauh lebih efektif menghadapi operasi senyap yang dilakukan pasangan lain. Selain itu akan sangat membantu dalam meraih dukungan masyarakat.

Namun untuk detailnya Jasin enggan menjelaskan. "Janganlah soal strategi nggak bisa diungkapkan. Nanti terbaca lawan," katanya singkat.

Saat ini di barisan pendukung Mega-Prabowo terdapat beberapa relawan yang siap memenangkan pasangan tersebut di Pilpres. Mereka antara lain Pandu Prabowo, Poros Ampresa, Brigade Masjid serta Barindo Raya.

Pandu Prabowo bertugas menyasar dukungan dari kalangan aktivis mahasiswa, ormas, organisasi pemuda, serta anggota-anggota partai lain.

Adapun Brigade Masjid akan menggarap masyarakat atau kelompok-kelompok Islam. eSemntara Barindo Raya akan mengambil segmen tokoh-tokoh masyarakat.

Sekretaris Tim Sukses Nasional Mega-Prabowo, Hasto Kristianto mengatakan, meskipun banyak kelompok relawan dibentuk, namun semuanya satu komando. Tidak seperti relawan yang ada di pasangan SBY-Boediono maupun JK-Wiranto.

"Kalau relawan yang ada di pasangan lain bergerak secara mandiri tanpa koordinasi tim sukses resmi. Kalau di Mega-Prabowo semuanya harus satu komando dan terdaftar di
KPU," jelasnya.

Untuk urusan lapangan, para relawan tersebut berkoordinasi dengan Jasin. Setelah itu, Jasin melaporkannya ke Theo Sayafe'i, Ketua Timses nasional untuk dilanjutkan dalam rapat internal tim sukses bersama Mega dan Prabowo.

Sama seperti tim sukses pasangan lainnnya, Mega-Prabowo juga diperkuat sejumlah purnawirawan. Selain Letjen Purn M Yasin, ada mantan Komandan Korps Marinir Letjen
Marinir Purn Suharto, Mayjen TNI Purn Adang Ruchiatna, dan mantan Deputi BIN Muhdi PR yang tercatat sebagai tim sukses nasional Mega-Prabowo.

"Tapi itu nama-nama yang resmi yang didaftar di KPU. Kalau yang tidak didaftar lumayan banyak," kata Budi Mulyawan dari relawan Pandu Prabowo

(ddg/iy)

Selasa, 02/06/2009 16:39 WIB
Tim Sukses Mega-Prabowo
Libatkan Konsultan Tenar Lokal Hingga Bule AS & Jerman
Deden Gunawan - detikNews


Jakarta -
Mega tampak sumringah berbalutkan baju warna merah. Perempuan yang biasa irit bicara dan alergi terhadap wartawan tersebut, siang itu banyak tertawa dan mau berbicara panjang lebar. Mega tampil lebih ramah.


Siang itu, Kamis (28/5/2009), Mega menggelar acara khusus untuk wartawan. Aneka makanan santap siang sudah disiapkan untuk wartawan di ruang tengah rumah Mega, di Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat. Nasi beralaskan daun pisang, lalapan, ayam goreng, telor mata sapi pun disuguhkan untuk wartawan.

Acara bertitle 'Megawati Mendengar Wartawan' itu menjadi istimewa karena di luar kebiasaan. Jarang-jarang Mega mengajak masuk dan menjamu wartawan di dalam rumahnya. Biasanya wartawan cukup berada di halaman rumah Mega untuk menunggu apabila ada pengumuman atau jumpa pers. Namun kali ini, wartawan dipersilakan masuk ke ruang tamu dan berbincang akrab dengan orang nomor 1 di PDIP itu.

Menghadapi Pemilu Presiden (Pilpres) 2009, Megawati yang maju berpasangan dengan Prabowo itu memang terus berbenah. Mega seperti ingin mengikis citra dirinya yang diam dan anti wartawan.

Namun saat ditanyakan tentang upaya mengubah citra tersebut, Mega mengaku tidak terlalu peduli dengan pencitraan. Daripada membentuk tim pencitraan, Mega lebih suka membuat tim dapur. "Kita sebagai partai wong cilik akan berjalan apa adanya," jelas Mega.

Mega menambahkan, dirinya tidak mau diatur-atur urusan bicara atau bertingkah-laku di hadapan konstituennya. Itu sebabnya, dalam setiap kegiatan PDIP, hanya ditangani kader partai.

"Sejak 1996 sampai sekarang, saya hanya punya tim dapur. Mereka lah yang sering saya suruh membuat dapur umum untuk bikin makanan buat pengurus dan konstituen PDIP setiap ada acara," terang Mega.

Namun anggota tim kampanye nasional Mega-Prabowo, Hasto Kristianto membenarkan ada tim pencitraan untuk Mega-Prabowo untuk menghadapi Pilpres. Untuk urusan pencitraan Mega-Prabowo dikelola tim manajemen kampanye. Tim itu bertugas memberikan analisa media serta analisa di lapangan (kampanye).

Hasto memaparkan, pencitraan yang akan dilakukan Mega-Prabowo terfokus pada media. "Karena Prabowo berulangkali menjelaskan kepada kami media merupakan jembatan emas untuk memenangkan pertarungan Pilpres," jelas Hasto.

Cara pencitraan lewat media bisa berupa iklan maupun menjalin komunikasi yang baik dengan wartawan. Karena alasan itu Megawati, yang selama ini dikenal "kurang ramah" dengan media, menggelar "Mega Mendengar Wartawan".

Acara itu merupakan arahan dari konsultan yang dibayar untuk memoles citra pasangan Mega Prabowo. Konsultan ini pula yang meminta tim sukses pasangan tersebut cooling down saat Rizal Mallarangeng menyerang Prabowo dengan isu kuda dan olahraga polo.

Namun Hasto tidak mau menjelaskan siapa di belakang tim pencitraan Mega-Prabowo. "Orangnya tidak mau disebutkan. Tapi yang jelas mereka orang-orang profesional," kilah Hasto.

Kabar yang beredar, konsultan pencitraan Mega-Prabowo ditangani Ida Sudoyo, pemilik perusahaan humas Ida Sudoyo & Associates. Keterlibatan Ida atas rekomendasi Hashim Djojohadikusumo, adik Prabowo.

Selain menggunakan jasa Ida Sudoyo, Mega-Prabowo juga menggunakan jasa konsultan politik Rob Allyn. Konsultan asal Amerika Serikat (AS) ini dianggap kubu Prabowo telah berhasil membuat Gerindra meraih 4,6 persen suara di Pileg. Sekalipun partai berlambang kepala burung garuda itu baru berumur setahun.

Sayangnya, kubu Mega-Prabowo saat dimintai keterangan, semuanya mengaku tidak mengetahui. "Kalau soal konsultan asing itu saya tidak tahu. Tanya saja Asrian (media center Mega-Prabowo)," jelas Haryanto Taslam, mantan manajer Gerindra Media Center.

Sementara Wakil Direktur Mega-Prabowo Media Center Asrian, ketika dihubungi ternyata juga tidak mengetahui adanya konsultan tersebut. "Saya juga mendengar kabar adanya konsultan asing sejak lama. Tapi setahu saya di Mega-Prabowo tidak ada," tutur Asrian

Hanya saja untuk konsultan iklan, ujar Asrian, Mega-Prabowo selalu meminta pendapat Gary Hayes, pemilik rumah produksi Padi Interprice. Gary pula yang menangani materi iklan gerindra saat pemilu legilatif.

Namun anggota Bapilu DPP PDIP, yang juga jadi relawan Pandu Prabowo, Budi Mulyawan, mengakui kalau ada konsultan politik asing bernama Rob Allyn. "Itu dari dulu (Pileg)
memang menangani Gerindra. Tapi saya kurang tahu apakah dia orang Amerika atau Jerman. Soalnya belum pernah ngobrol," urainya.

Dilanjutkan Budi, selain melibatkan konsultan bule, Mega-Prabowo juga melibatkan Effendi Gazali dalam hal pencitraan. Posisi Effendi menggantikan Denny JA, Direktur Lingkaran Survei Indonesia (LSI) yang sebelumnya menggawangi pencitraan PDIP di pileg.

Ketika PDIP keok dari Partai Demokrat (PD) dan Golkar, Denny kemudian lompat ke pasangan SBY-Boediono di Pilpres. Akhirnya posisi Denny kemudian diisi Effendi Gazali.

Namun saat detikom mengkonfirmasi hal tersebut, Effendi membantah. Dia mengaku tidak pernah menjalin kontrak kerja khusus dengan pasangan Mega-Prabowo.

"Saya dekat dengan semua, dengan Mega, Prabowo, JK, Wiranto, SBY, maupun Boediono. Tapi saya tidak pernah menjalin kontrak ekslusif dengan salah satu dari mereka," jelas Effendi melalui pesan singkatnya.

Lanjut Effendi, kedekatannya dengan para kandidat semata untuk menjaga agar komunikasi politik di Indonesia saat pilpres jedi jernih dan menciptakan well informed Society. Jadi apa yang disampaikan dan dijanjikan harus bisa diwujudkan dalam kerangka waktu tertentu.

"Jadi tidak benar saya menangani Mega-Prabowo dalam hal pencitraan," pungkasnya.
(ddg/iy)

Rabu, 25 Januari 2012

Sebuah Situs Berita Seketika

Refleksi Abdul Rahman

Abdul Rahman - detikNews
Jumat, 20/01/2012 09:26 WIB 

 Jakarta - Sesungguhnya timeline itu tidak diperkenalkan oleh Twitter tapi, saya yakin, oleh Budiono Darsono. Atau Yayan Sopyan. Atau mereka berdua bersama. Saya lupa persisnya.

Waktu itu, 1997, melihat berita-berita hebat yang berdesakan muncul (kerusuhan, demo, bakar-membakar, drama politik di DPR dan di jalanan) serta sulitnya mendapat kabar paling akhir di media-media yang ada, Budiono (atau Yayan Sopyan) pun punya ide: membuat sebuah situs berita yang terus menerus di-update; beritanya pendek-pendek, sering dan seketika -- diberitakan saat itu juga tanpa menunggu lengkap.

Di situs berita itu wartawan harus melaporkan langsung saat kejadian, melalui telepon. Sedikit-sedikit, tak perlu menunggu habis. Semua berita yang masuk dianggap sama, tak ada yang utama atau kurang utama. Yang membedakan hanya waktu. Yang terbaru yang di atas, menggeser yang sebelumnya. Begitu seterusnya.

Dengan kata lain, sebuah timeline. Atau seperti kata seorang teman setelah melihat newsfeed Facebook: "Oh sekarang saya mengerti: detikcom itu semacam Status Update!"

Ya begitulah. Detikcom adalah update status aneka peristiwa yang terjadi di sekeliling kita. Detikcom adalah linimasa yang punya banyak admin, yaitu Budiono Darsono dan seluruh awak redaksinya.

Konsep seperti itu, waktu itu, tentu saja adalah konsep yang unik. Ketika untuk pertama kalinya (1999) saya berjumpa dengan seorang pengurus modal ventura, itulah hal pertama yang dikatakannya: di seluruh dunia, kata dia, tak ada media seperti detikcom. Satu-satunya. Bahkan CNN pun tak melakukannya. Apalagi media-media lain yang kebanyakannya cuma memunggah berita sehari sekali.

Mewujudkan konsep itu menjadi sebuah usaha tentu saja tak gampang. Pertama, darimana mendapat berita? Media online lain menggunakan konten dari media cetaknya atau membeli dari kantor berita. Detikcom terpaksa punya wartawan sendiri.

Maka pertanyaan berikut dari sang modal ventura: "Bagaimana itu mungkin? Apa tidak kemahalan?"

Saya jawab, kuncinya adalah jumlah berita per wartawan. Dalam model ini, wartawan harus ekstra produktif, mengirim belasan laporan per hari dan semua laporan harus layak baca, tak bisa seperti di media cetak yang bisa memuat tulisan tak layak cuma buat memenuhi halaman. Banyak berita, banyak halaman dibaca, maka satuan biaya untuk menghasilkannya pun jadi rendah, lebih rendah dari satuan harga iklannya.

Dilakukan di negara lain konsep ini mungkin tak bisa jalan. Tapi di Indonesia, karena di negara kita yang luar biasa luas dan kompleks ini suplai berita tak putus-putus, bisa. Apalagi kalau bentuk laporannya pendek-pendek.

Dan terbukti, meski tak mudah. Hanya butuh waktu 1 tahun buat detikcom untuk menjadi situs terpopuler di Indonesia; tapi untuk meraih laba pertamanya diperlukan waktu 5 tahun. Sesudah itu detikcom terus tumbuh dengan subur. Sampai sekarang.

Tapi kini zaman sudah berubah. Timeline sudah jadi hal biasa. Media-media Internet Indonesia banyak mengadopsi konsep tersebut. Twitter dipenuhi linimasa akun yang diikuti ratusan ribu hingga jutaan orang (*follower* detikcom hampir 2 juta). Dulu orang haus informasi dan bebondong-bondong mengunjungi detikcom. Kini orang dibanjiri informasi dan tak cukup punya waktu untuk mengikuti semuanya.

Pertanyaannya tentu saja: sampai kapan model linimasa detikcom ini bisa bertahan?


*) Abdul Rahman, pendiri detikcom, Dirut PT Agranet Multicitra Siberkom (Agrakom)

Dan detikcom Bukan Lagi Sekadar Situs Berita Seketika

Refleksi Abdul Rahman

Abdul Rahman - detikNews
Kamis, 26/01/2012 09:11 WIB 

 Jakarta - Butuh Rp 25 miliar dan 5 tahun untuk membuktikan bahwa konsep detikcom bisa jalan. Dalam masa 5 tahun itu, sekian banyak perusahaan sejenis lain tumbang, beberapa setelah menghabiskan dana jauh lebih banyak – Astaga.com, misalnya, total menelan lebih dari Rp 100 miliar.

Kesulitan utama yang dihadapi adalah persaingan: karena Internet melampaui batas-batas negara, kompetisi di sini berskala global. Hampir di semua kegiatan yang bisa dilakukan selalu ada kompetitor asing (biasanya Amerika) yang sudah lebih dulu ada. Kecuali tentu saja di negara yang pemerintahnya sengaja menutup akses seperti China yang memblok Facebook, Twitter, Youtube serta mempersulit Google.

Maka, model bisnis yang bisa jalan adalah yang sangat bersifat lokal, seperti berita singkat seketika detikcom (lihat: Sebuah Situs Berita Seketika). Tapi model ini terbatas aplikasinya, tak cocok diterapkan untuk di luar berita-berita yang cepat bergerak. Setelah itu apa?

detikcom dan pemain-pemain lokal lain waktu itu dihadapkan pada banyak pilihan pengembangan. Kebanyakan lalu mencontoh Yahoo! karena itulah model yang paling sukses. Yahoo! berkembang dari sekadar penyedia katalog Internet ke aneka konten (News, Finance, Games, anak-anak, dsb) seperti diceritakan di tulisan sebelumnya (Google Yang Maha Kuasa).

Yang lebih penting, Yahoo juga keluar dari sekadar menyediakan konten dan akses ke konten (portal/direktori): mengikuti Hotmail dan ICQ, Yahoo! membangun webmail (Yahoo! Mail) dan instant messaging (Yahoo! Messenger). Layanan-layanan ini membuat Yahoo! semakin dibutuhkan dan semakin mendominasi Internet dengan pangsa pengunjung sampai 60%.

detikcom – dan hampir semua pemain lokal waktu itu – pun mengikuti. Tapi saya segera sadar, tak mungkin layanan webmail lokal mampu melawan Yahoo! Mail dan Hotmail. Tak ada keunggulan berarti karena tak ada nilai lokal yang bisa dipakai untuk diferensiasi (kecuali bahasa, tapi ternyata orang Indonesia tak masalah dengan bahasa Inggris dan lagi pula akhirnya Yahoo! dan yang lainnya mengeluarkan layanan berbahasa Indonesia juga). Sementara itu ongkos bandwidth di Indonesia jauh lebih mahal dan pemain asing terus memperbaiki teknologinya. Maka layanan tersebut segera ditutup. detikcom memilih fokus ke konten dengan mengembangkan aneka konten lain seperti Olahraga, Hiburan, teknologi, bahkan makanan) karena di sini faktor lokal besar (berita-berita lokal).

Masalahnya, tentu saja, konsep timeline tak terlalu cocok diterapkan ke konten-konten baru ini karena tak banyak berita yang bisa terus menerus diikuti pada jenis konten seperti itu. Oleh karena itu, pada konten-konten baru ini penulis tak bisa diharapkan menyumbang banyak update seperti di news. Karena tak banyak update, dorongan pembaca untuk terus menerus mengikuti pun kurang. Akibatnya, unit biaya untuk menghasilkan trafik (pageviews, jumlah pengunjung) pun besar.

Lebih tingginya biaya di konten-konten baru inilah yang membuat detikcom lebih lama meraih keuntungan (5 tahun). Kalau hanya bertahan pada breaking news saja, profitability bisa diraih lebih cepat (dalam 2 tahun kira-kira). Bahkan sampai sekarang pun, sejujurnya, belum seluruh kanal di detikcom mencapai titik impas. Namun berkat layanan-layanan baru tersebut detikcom bisa terus memperkuat posisinya di pasar. Hampir seluruh kanal detikcom adalah nomor satu di bidangnya. Dengan posisinya yang kuat di pasar, detikcom bisa mengambil porsi belanja iklan online Indonesia cukup besar (4 tahun lalu sekitar 40%).

Namun seperti ditulis di artikel sebelumnya, kini situasi sudah berubah: Google menyedot semakin banyak belanja iklan, buat dirinya sendiri maupun buat didistribusikan ke jutaan media lain, besar kecil, dari blog-blog sampai detikcom, di seluruh dunia. Sisanya dibagi aneka Advertising Network global serta langsung ke media-media lokal seperti detikcom. Bahkan di Amerika pun media-media yang dulu raksasa semakin tereduksi sampai akhirnya cuma menjadi pemain pinggiran. Hal yang sama akan terjadi di Indonesia juga.

Kenyataan di atas tak terlalu menjadi masalah karena belanja iklan online tumbuh sangat cepat. Meski porsi yang diambil berkurang, total pendapatan tetap naik. Pangsa iklan detikcom mungkin sudah turun ke angka 20%-an tapi total pendapatan iklannya tetap tumbuh besar tiap tahun.

Pada akhirnya yang menjadi korban tentu saja media-media konvensional: porsi belanja iklan buat mereka akan terus berkurang. Pada awalnya yang terkena adalah radio (sudah), lalu cetak (sedang) dan pada akhirnya nanti juga TV, yaitu ketika akses internet sudah sangat mudah dan cepat dan situs-situs video terutama Youtube sudah diisi konten-konten berkualitas.

Dan repotnya bagi media konvensional, media online pun terus melengkapi diri dengan konten-konten video seperti mulai dilakukan detikcom sekarang dengan membuat detikTV dan MyTrans ...


*) Abdul Rahman, pendiri detikcom, Dirut PT Agranet Multicitra Siberkom (Agrakom)

Google Yang Maha Kuasa

Refleksi Abdul Rahman

Abdul Rahman - detikNews
Rabu, 25/01/2012 12:14 WIB 

 Jakarta - Marc Andreessen itu genius. Anak sekarang mungkin tak banyak yang mengenal dia tetapi dulu semua orang yakin dia akan menjadi penguasa Internet. Waktu itu belum ada Sergei Brin (Google) apalagi Mark Zuckerberg (Facebook).

Dunia virtual yang kita kenal sekarang, dialah yang memulai membangunnya. Tim Berners Lee memang pencipta HTTP/HTML, tapi Marc-lah yang mewujudkan melalui browser yang diciptakannya bersama Eric Bina, Mosaic, browser Web pertama di dunia. Ketika itu dia hanyalah mahasiswa S1 berumur 21 tahun dari Universitas Illinois.

Setelah lulus, Marc (bersama Jim Clark) mendirikan Netscape Communications untuk mengkomersialisasikan temuannya seluruh dunia menyambut dengan gegap gempita. Web diperkirakan bakal menjadi landasan untuk pengembangan macam-macam aplikasi dan Netscape akan banjir uang dengan menjadi penjahit utamanya. Aneka teknologi web seperti Secure Sockets Layer (SSL) dan JavaScript, Netscape-lah yang menciptakannya. Ketika tak sampai 2 tahun kemudian (1995) Netscape go public, harga sahamnya langsung berlipat 3 di hari pertama.

Jerry Yang juga mahasiswa, dan sepertinya tak sepintar Marc. Tapi dia tekun. Dengan telaten bersama David Fillo dia telusuri jaringan jagad jembar (world wide web) yang baru mulai terbentuk. Mereka kumpulkan alamat-alamat situs web, mereka pilah-pilah secara hierarkis dalam kategori-ategori, mereka taruh di server sekolah mereka. Jadilah sebuah katalog yang mereka sebut “David and Jerry’s Guide to the World Wide Web”. Untuk mengakses katalog tersebut orang harus mengetik alamat panjang ini di browser: http:akebono.stanford.edu/yahoo.

Seperti Marc, Jerry/David lalu juga mengkomersialkan jerih payah mereka, dan lahirlah Yahoo! kira-kira 6 bulan sesudah Netscape. Cita-cita Yahoo! tak sehebat Netscape: cuma ingin jadi tempat orang datang untuk mendapatkan link ke konten-konten yang mereka cari, sebuah layanan yang kemudian dikenal sebagai portal. Uangnya dari mana? Tak muluk-muluk: jualan iklan.

Tak sampai sepuluh tahun kemudian, Netscape – pelopor teknologi, diisi orang-orang pintar – sudah tak ada lagi, lenyap dicaplok AOL. Yahoo! – diisi pekerja jenis petugas perpustakaan -- terus berkembang dan dalam waktu cukup lama menjadi penguasa baru Internet.

Mengapa? Netscape salah model bisnis. Uang, di Internet, ternyata lebih banyak datang dari iklan ketimbang jualan teknologi. Kalau saja Marc dan Jim mengambil ide Jerry dan David serta membuat katalog Internet, katalog Netscape mungkin saja akan jauh lebih banyak dikunjungi dari Yahoo! karena saat ini praktis Netscape adalah satu-satunya browser yang tersedia.

Status sebagai calon penguasa Internet pun pindah ke Yahoo! Perusahaan ini tumbuh cepat bersama perkembangan pesat Internet karena semakin banyak konten di Internet semakin butuh penggunanya akan layanan yang bisa memudahkan mereka mengakses konten-konten tersebut. Dan Yahoo! berada jauh di depan di bidang itu. Pada suatu ketika, sekitar 60% orang pengguna Internet mengunjungi Yahoo tiap harinya.

Kita tahu Yahoo juga kemudian terpeleset. Konten Internet menjadi begitu banyak dan kompleks sehingga katalog yang dibuat Yahoo menjadi terlalu ruwet dan susah dipakai, semakin lama dibutuhkan semakin banyak klik untuk sampai ke tujuan. Sudah begitu, cara manual Yahoo! tak sanggup berkejaran dengan pertumbuhan konten dan situs baru. Dengan cepat katalog Yahoo! ketinggalan. Dalam kondisi seperti itu, mestinya Yahoo! mengembangkan mesin pencari dan mengindeks Internet menggunakan mesin.

Tapi tidak. Yahoo! jadi serakah: tak puas hanya dengan menyediakan akses ke konten, Yahoo! memilih menyediakan konten sendiri di situsnya dengan cara sindikasi dan kemitraan dengan media lain. Mesin pencari dia serahkan ke mitra (Altavista kemudian Google). Maka muncullah Yahoo! News, Yahoo Finance, Yahoo Games, bahkan Yahooligans, situs untuk anak-anak.

Kita tahu apa yang terjadi kemudian. Orang ternyata lebih butuh mesin pencari. Setelah kerjasama dengan Yahoo! berakhir dan Google berdiri sendiri, popularitas situs ini dengan cepat melewati bekas mitranya. Konten dan kerja keras para pustakawan Internet Yahoo! tak sanggup menghadapi algoritma Google. Pangsa pengguna Yahoo melorot jadi hanya belasan persen belakangan ini sementara Google terus naik sampai di atas 50%.

Yang membuat dominasi Google semakin lengkap adalah dia berhasil menciptakan mesin uang yang luar biasa itu: AdWords. AdWords memberi kemudahan pemasang iklan untuk memasang iklan di mana pun tak cuma di Google, menentukan sendiri berapa ia mau bayar, dan hanya membayar kalau iklannya menarik pengguna (diklik). Efektivitas AdWords begitu luar biasa sehingga berbondong-bondong pemasang iklan datang. Dalam waktu singkat, belanja iklan internet tersedot Google. Pendapatan iklan Yahoo yang dulu nomor 1 tahun lalu cuma 1/10 Google (US $ 4 miliar dibanding US$ 38 miliar).

Google memakan belanja iklan dari seluruh dunia, bukan hanya dari Amerika. Sebagai gambaran hebatnya AdWords yang belakangan juga dilengkapi model iklan per view untuk iklan display seperti banner, tahun lalu pendapatan Google hampir mencapai 50% total belanja iklan online di seluruh dunia dan 70% Amerika! Dalam sejarah industri media tak ada perusahaan yang cengkeramannya di pasar sehebat ini.

Dan itu belum semuanya. Pada akhirnya nanti, hampir semua kegiatan industri media – termasuk TV dan Film -- akan dilakukan lewat Internet. Dengan demikian belanja iklan pun akan lari ke Iternet – dan sebagian besarnya melalui Google.

Yang lebih menakutkan adalah Google juga punya Youtube. Sangat mudah untuk membayangkan bahwa nantinya, dengan semakin lebarnya pita internet, Youtube, situs nomor 3 terpopuler (setelah Google dan Facebook, kini Yahoo cuma nomor 4), bisa berkembang menjadi seperti operator TV berbayar (seperti Indovision) dengan jangkauan dunia dan dengan ribuan kanal, menyediakan konten untuk segala macam selera orang; dari video-video amatir sampai film-film yang dikerjakan secara prrofesional dengan biaya besar. Saat itu terjadi stasiun-stasiun TV seperti RCTI bakal terpaksa memilih apakah akan ikut jaringan Google atau tergerus pendapatan iklannya.

Pertanyaannya tentu saja: seberapa banyak yang tersisa buat kita, para pemain media di Indonesia, nantinya?
*) Abdul Rahman, pendiri detikcom, Dirut PT Agranet Multicitra Siberkom (Agrakom)

Mobil MPV tetap kuasai pasar

Large_mobil-laris

Multi-purpose vehicle tetap menjadi pilihan utama bagi konsumen roda empat tahun lalu.
Hampir semua jenis ini menguasi 10 besar mobil terlaris. Toyota Avanza menjadi merek pilihan dan
posisinya cukup  jauh meninggalkan lawan-lawannya. Posisi ke-2 ditempati 'kembarannya" yakni,
Daihatsu Xenia.

Senin, 23 Januari 2012

SENGKETA BISNIS: Akhirnya, Bogor Internusa Plaza Dipailitkan


Large_hakim

JAKARTA:Majelis Hakim Pengadilan Niaga akhirnya mempailitkan debitur PT Bogor Internusa Plaza, karena selama 45 hari tidak berhasil mengajukan proposal rencana perdamaian dengan kreditur separatis dan kreditur konkurennya.

“Selama 45 hari sejak diputuskan PKPU Sementara, debitur BIP tidak pernah mengajukan rencana perdamaian kepada para kreditur, majelis hakim menolak perpanjangan PKPUS dan menyatakan PT BIP dalam pailit,”ungkap Ketua Majelis Hakim  Lydia Sasando Parapak, Rabu 18 Januari 2012.

Majelis hakim dalam putusan pailitnya itu merujuk hasil pemungutan suara yang dimenangkan kreditur separatis yang memiliki tagihan sebesar Rp83 miliar. “Hasil pemungutan suara, seluruh suara kreditur separatis menolak adanya perpanjangan PKPUS yang diajukan debitur BIP.”

Dalam putusannya itu, majelis hakim sempat menyebutkan jumlah suara yang menolak perpanjangan PKPUS kreditur konkuren sebanyak 11.516 suara yang berasal dari 69 kreditur konkuren. “Hakim dalam memutuskan perkara ini merujuk pada Pasal 229 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU,”katanya.

Meskipun majelis hakim sudah menyatakan PT BIP dalam keadaan pailit dengan kewajiban membayar utang sebesar Rp83 miliar kepada kreditur separatis dan utang kepada kreditur konkuren sebesar Rp115 miliar. “Putusan pailit ini bukan harga mati karena para kreditur konkuren yang tidak puas dengan putusan majelis hakim bisa meminta debitur BIP untuk mengajukan keinginan investor baru yang ingin mengambil alih kewajiban membayar utang PT BIP,”kata Lydia Sasando Parapak.

Sebelum membacakan putusannya, hakim ketua berupaya membujuk salah seorang perwakilan kreditur konkuren Welly Situmorang yang berulang-ulang menginterpsi agar majelis hakim tidak serta merta menjatuhkan putusan pailit yang merugikan sebagian besar kreditur konkuren yang memiliki tagihan terhadap debitur BIP.

“Berdasarkan Pasal 281 Undang-Undang Kepailitan, jika kreditur separatis menolak perdamaian yang diajukan debitur, sebenarnya masih ada kesempatan bagi debitur untuk menyelesaikan kewajibannya dengan kreditur konkuren,”katanya.

Dia meminta hakim agar tidak terpaku pada aturan hokum kepailitan saja. “Hari ini kan masih hari yang ke 45, apa salahnya kalau majelis hakim juga mendengarkan debitur yang sudah menunjuk investor baru menyelesaikan kewajiban utang PT BIP.”

Namun, majelis hakim tetap bersikukuh membacakan putusan dengan alasan jika debitur BIP mengajukan investor baru harus ada kajian appraisal resmi tentang kemampuan investor baru mengambil alih utang PT BIP. Sebelum disampaikan kepada kurator dan hakim pengawasnya.

Investor yang berminat untuk menyelesaikan utang PT BIP diungkapkan Direktur Utama PT Hasil Karya Raya Utama Sugiono Dusman yang mengatakan akan megambil alih utang PT BIP yang seluruhnya bisa mencapai Rp117 miliar. Perincian kewajiban pembayaran kepada kreditur separatis sebesar Rp45 miliar, kreditur konkuren Rp36 miliar dan kewajiban pembayaran kepada Pemda Bogor dari sektor pajak Rp7 miliar dan kewajiban lainnya, termasuk fee pengurus PKPUS.(bas)
 -------------
 http://www.bisnis.com/articles/sengketa-bisnis-akhirnya-bogor-internusa-plaza-dipailitkan 

Senin, 16 Januari 2012

Accor ambil alih Hotel Nikko Jakarta

  • Large_gedung__2_

JAKARTA: Accor, operator hotel terbesar di Asia Pasifik akan mengambil alih pengelolaan operasional Hotel Nikko Jakarta, sekaligus akan re-branding hotel tersebut menjadi Hotel Pullman Jakarta Indonesia pada 19 Januari 2012.

Menurut Gerard Guillouet, Vice President Accor Malaysia-Indonesia-Singapore, inisiatif re-branding ini merupakan terobosan yang penting bagi Accor di Indonesia.

“Ini mencerminkan komitmen kami untuk mengembangkan brand upscale Accor di Indonesia dan untuk memperkokoh posisi Accor sebagai operator hotel internasional terkemuka yang mencakup seluruh segmen pasar di negara ini,” katanya, hari ini.

Hotel Nikko Jakarta akan menjadi Hotel Pullman kedua di Jakarta, menyusul Pullman Jakarta Central Park yang diluncurkan pada November 2011 dan Pullman Bali Legian Nirwana yang diresmikan pada Februari 2011.

Pullman Jakarta Indonesia akan memperkokoh posisi Accor sebagai operator hotel terbesar di Indonesia yang hingga kini mengoperasikan 45 hotel di seluruh Indonesia.

“Inisiatif ini juga mencerminkan prioritas Accor dalam mengembangkan brand Pullman yang telah berkembang hingga lebih dari 70 hotel di seluruh dunia hanya dalam periode tiga tahun,” ungkap Gerard.

Berkaitan dengan re-branding ini, Hotel Nikko Jakarta akan dijadwalkan untuk proses dekorasi ulang besar-besaran yang mencakup kamar-kamar hotel, lobi, restoran, serta penambahan ruangan meeting dan ballroom yang akan mampu mengakomodasi hingga 1.000 tamu untuk keperluan rapat, konvensi atau acara lainnya.

Saat ini, Accor, operator hotel internasional sekaligus pemimpin pasar di Eropa berada di 90 negara dengan 4.200 hotel dan lebih dari 500.000 kamar.

Portofolio hotel brand Accor yang beragam, seperti Sofitel, Pullman, MGallery, Novotel, Suite Novotel, Mercure, Adagio, Ibis, All Seasons atau Ibis Styles, Etap Hotel/Ibis Budget, Hotel F1 dan Motel 6, menyediakan penawaran yang beragam mulai dari yang berkelas hingga terjangkau.

Dengan 145.000 karyawan di seluruh dunia, Group Accor menghadirkan pengalaman dan keahlian hampir selama 45 tahun bagi para klien dan mitranya. (Bsi)

Minggu, 15 Januari 2012

Pangeran Arab Jual Hotel Four Seasons Jakarta


Minggu, 15 Januari 2012 | 16:03 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Setelah sukses menyulap Hotel Regent Jakarta menjadi Four Seasons dan membuatnya menjadi hotel bergengsi yang ramai, kini Pangeran Al Waleed bin Talal menjual seluruh kepemilikannya itu. Saham Four Seasons Jakarta itu dia jual US$ 93 juta atau Rp 837 miliar.

"Penjualan ini adalah bagian dari rencana investasi Kingdom Hotel Investment," kata Al Waleed.

Al Waleed menguasai 82 persen saham Four Seasons Jakarta melalui perusahaannya, Kingdom Hotel Investment, yang juga merupakan anak perusahaan dari Kingdom Holding Company. Penjualan Four Seasons Jakarta ini, seperti dilansir Arabnews, berbarengan dengan penjualan sahamnya di Movenpick Dar es Salaam di Tanzania. Di hotel ini, Al Waleed memiliki saham hingga 96 persen.

Pangeran Arab yang juga dikenal karena menjadi pemegang saham utama Citicorp itu membeli Four Seasons Juli 2007. Hotel bintang lima yang terletak di Jalan HR Rasuna Said, Setia Budi, Jakarta, ini, dulu bernama Regent.

Kala itu hotel ini citranya ambruk gara-gara banjir besar Jakarta merendam hotelnya. Turis-turis asing saat itu panik karena air masuk ke kawasan hotel. Al Waleed saat itu membeli dengan harga murah, US$ 48 juta atau Rp 432 miliar. Setelah empat tahun, kini dia menjualnya dengan keuntungan dua kali lipat.

CEO Kingdom Hotel Sarmad Zok sangat puas atas hasil penjualan hotel itu. "Kami akan terus meningkatkan nilai investasi pada 2012 ini," kata Sarmad.

Al Waleed punya banyak hotel di Indonesia. Yang berada di bawah payung Kingdom Holding antara lain Four Seasons Resort Bali di Sayan, Four Seasons Resort Bali di Jimbaran, Raffles Hotel Bali di Jimbaran, dan Raffles Jakarta yang kini sedang dalam tahap pembangunan.

King Holding juga memegang saham Four Seasons berpartner dengan Bill Gates. Rinciannya, 47,5 persen saham dimiliki King Holding, 47,5 persen saham dimiliki Bill Gates, dan 5 persen dimiliki Isadore Sharp.

BS

Kamis, 05 Januari 2012

MARTIONO HADIANTO: Potret usaha tambang baru sebatas jualan konsesi