Jika dilepas di harga Rp620 per unit, total dana yang diraih hanya Rp1,5 triliun.
Rabu, 25 April 2012, 20:52 WIB
VIVAnews - Sekitar setahun lalu, PT Garuda Indonesia
Tbk, resmi mencatatkan saham perdana di Bursa Efek Indonesia. Saat itu,
11 Februari 2011, maskapai pelat merah tersebut mencatatkan 22,6 miliar
saham dengan
harga perdana Rp750 per unit.
Namun, pada
transaksi perdana itu, harga saham Garuda seolah enggan terbang. Saham
dengan kode perdagangan GIAA itu akhirnya ditutup melemah Rp130 (17,33
persen) ke level Rp620 per unit. Padahal, saat itu, indeks harga saham
gabungan (IHSG) bergerak positif, menguat 18,12 poin (0,53 persen) ke
level 3.391,76.
Kini, setelah setahun lebih, saham Garuda kembali
diperbincangkan publik. Bukan terkait harga sahamnya yang naik tinggi
atau sebaliknya, tapi terkait aksi korporasi tiga penjamin pelaksana
emisi yang mengatur proses penawaran umum perdana
(initial public offering/IPO) saham Garuda. Mereka berniat melepas kepemilikan saham maskapai itu yang sudah dipegang setahun lebih itu.
Tiga
penjamin emisi itu, PT Mandiri Sekuritas, PT Bahana Securities, dan PT
Danareksa Sekuritas, dikabarkan akan melepas saham Garuda pada
harga
Rp620. Harga tersebut terdiskon sekitar 17,3 persen dari saat IPO
sebesar Rp750 per unit. Namun, harga itu sama dengan saat penutupan
perdagangan hari pertama di BEI di level Rp620 per unit.
Tiga
perusahaan sekuritas BUMN itu kini menguasai 2,4 miliar saham atau 10,88
persen saham Garuda. Komposisinya, Bahana dan Danareksa menguasai lebih
dari 900 juta saham, sedangkan Mandiri Sekuritas sekitar 400 juta
saham.
Ketiga penjamin pelaksana emisi itu telah menyatakan kesanggupan penuh
(full commitment) untuk membeli sisa saham Garuda yang ditawarkan dan tidak habis terjual saat IPO.
Garuda
dalam proses penawaran umum perdana saham (IPO) menawarkan 6,33 miliar
saham atau sebesar
27,98 persen dari jumlah modal yang ditempatkan dan
disetor penuh perseroan setelah penawaran umum.
Tapi, dalam
proses IPO, hanya sekitar
52,5 persen atau 3,32 miliar saham yang
terserap pasar. Untuk itu, sisanya sekitar 47,5 persen atau 3,008 miliar
saham harus diserap tiga penjamin pelaksana emisi itu.
Rampung akhir April
Saat ini, proses pelepasan saham Garuda itu tengah
berlangsung. Kementerian Badan Usaha Milik Negara berharap sudah ada
calon pembeli saham maskapai pelat merah yang dikuasai tiga sekuritas
BUMN itu akhir bulan ini.
"Akhir April, diharapkan sudah ada harganya, sudah ada investornya. Sudah
deal," kata Deputi Bidang Usaha Jasa Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Parikesit Suprapto, ketika ditemui di kantornya, Jakarta.
Tiga
sekuritas BUMN itu telah menunjuk
Morgan Stanley sebagai penasihat
keuangan. Institusi keuangan asing tersebut yang bertugas menawarkan
saham Garuda kepada calon investor.
"Morgan Stanley sudah menawarkan ke mana-mana,
nggak hanya kepada lima pengusaha," ujar dia.
Kendati
demikian, Parikesit tidak mengetahui informasi terbaru yang beredar,
bahwa yang berminat ternyata hanya satu pengusaha nasional. Dia hanya
memastikan, Morgan Stanley lah yang menawarkan kepada para calon
investor. Morgan Stanley, menurut Parikesit, bertugas untuk
menyeleksi
investor, mengajukan penawaran, dan juga menentukan harga.
Pelepasan saham oleh tiga penjamin emisi itu, Parikesit melanjutkan,
adalah murni aksi korporasi. Mereka memiliki portofolio untuk dijual
dengan mekanisme tertentu, seperti
block sale atau
open tender. Kementerian BUMN hanya mengoordinasikan agar ada kesamaan arah.
Sementara itu, terkait harga yang ditawarkan, Kementerian BUMN
berharap untuk melepas 10 persen di atas harga rata-rata bulan
sebelumnya. Parikesit menegaskan, 10 persen di atas harga tersebut bukan
harga ketika saham
disetujui terjual di hari itu.
Siapa untung, siapa buntung
Dari proses IPO saham Garuda tahun lalu, total dana
yang dapat diraup sekitar Rp4,75 triliun. Berdasarkan data prospektus
IPO saham Garuda, masing-masing
underwriter memiliki porsi penjaminan sebanyak 1,74 miliar saham senilai Rp1,3 triliun atau sekitar 27,49 persen.
Kini,
berdasarkan laporan keuangan Garuda per 31 Desember 2011, Mandiri
Sekuritas, Bahana, dan Danareksa memiliki sekitar 2,47 miliar saham
Garuda. Dengan pembelian pada harga perdana Rp750 per saham, total
senilai Rp1,85 triliun.
Jika saham Garuda akhirnya dilepas pada
harga Rp620 per unit, total dana yang diraih hanya sekitar Rp1,5
triliun. Artinya, ketiga sekuritas BUMN dipastikan mengalami kerugian.
Meskipun, kerugian yang dialami masing-masing sekuritas BUMN
berbeda-beda.
Bahana dan Danareksa yang masih menguasai lebih
dari 900 juta saham Garuda, berpotensi mengalami kerugian cukup besar.
Sementara itu, Mandiri Sekuritas saat ini hanya memiliki sekitar 400
juta saham.
Menurut analis PT Valbury Asia Securities, Robin
Setiawan, kabar akan dijualnya saham Garuda itu diprediksi dapat
mempengaruhi pergerakan saham maskapai pelat merah itu di lantai bursa.
"Sebab, pelaku pasar akan berspekulasi, di harga berapa saham dengan kode GIAA itu akan dilepas," kata Robin kepada
VIVAnews di Jakarta, Rabu 25 April 2012.
Jika
dilepas di atas harga IPO tahun lalu, yaitu lebih dari Rp750 per unit,
dia mengatakan, pemilik saham Garuda saat ini akan diuntungkan. Namun
sebaliknya, jika terdiskon dari harga IPO, otomatis pemegang saham akan
merugi.
"Tapi, dalam empat bulan terakhir ini, saham Garuda
sedang menguat. Sebab, pada periode Oktober-Desember 2011, harga
bergerak stagnan di level Rp450. Saat ini di atas Rp600," ujarnya.
Jika harga masih berpotensi menguat, peluang pembeli saham Garuda di
tiga sekuritas BUMN untuk meraup keuntungan juga akan cukup besar.
Dia
menambahkan, penjualan saham Garuda pada harga Rp620 per unit
sepenuhnya keputusan pemegang saham. "Ya, itu sah-sah saja. Mungkin ada
keinginan dari pemerintah agar saham perseroan dimiliki oleh investor
atau pengusaha dalam negeri. Karena Garuda kan, merupakan perusahaan
BUMN," tuturnya.
Chairul Tanjung beli Garuda?
Soal siapa pengusaha nasional yang telah menyatakan
minat membeli saham Garuda, seorang petinggi lembaga keuangan yang
terlibat dalam proses ini menyatakan kepada
VIVAnews bahwa yang
dimaksud tak lain adalah Chairul Tanjung, Ketua Komite Ekonomi
Nasional. Pemilik CT Corporation itu dikabarkan akan masuk melalui PT
Trans Airways.
Namun, hingga saat ini, ketua Komite Ekonomi
Nasional itu belum dapat dikonfirmasi. Komisaris PT Televisi
Transformasi Indonesia, Ishadi SK, juga
belum dapat dimintai penjelasannya mengenai kabar masuknya Chairul Tanjung itu. Panggilan telepon
VIVAnews belum berbalas.
Sementara
itu, manajemen Garuda Indonesia juga menyatakan tidak mengetahui kabar
pembelian saham perseroan oleh salah satu pengusaha nasional tersebut.
"Data
di media lebih lengkap. Saya juga tidak tahu itu dari mana," kata
Direktur Utama Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, saat konferensi pers
peresmian kantor Citilink di Gedung Citicon, Jakarta, Rabu 25 April
2012.
Emirsyah menjelaskan, ketika penawaran umum perdana saham atau
initial public offering (IPO), terdapat tiga pihak yang bertanggung jawab. Pihak-pihak itu adalah manajemen, penjamin emisi, dan pemegang saham.
Pihak
pertama yaitu manajemen, bertugas untuk membuat perusahaan berkinerja
lebih baik. Hal itu dilakukan agar perusahaan layak dibeli oleh publik.
Selanjutnya, pihak kedua, yaitu penjamin emisi atau
underwriter,
yang bertugas untuk menilai dan mengalkulasi benar tidaknya perusahaan
itu layak dibeli publik. "Mereka juga menjamin harga saham itu sesuai
kondisi pasar. Pihak ketiga adalah pemegang saham yang menyetujui,"
ungkapnya.
Sebagai bagian dari manajemen, Emirsyah menjelaskan,
tugas manajemen ketika IPO adalah meringankan beban Garuda ke depan. Dia
menegaskan, proses IPO bukan tanggung jawab manajemen. "Sekarang,
manajemen Garuda berkomitmen sesuai prospektus. Soal jual menjual saham,
bukan urusan kami," tuturnya.
Menurut dia, penentuan siapa
pembeli 10,88 persen saham Garuda yang dipegang tiga sekuritas BUMN itu
adalah wewenang pemegang saham bersangkutan. (kd)
Sumber : http://fokus.vivanews.com/news/read/307779-saham-garuda-dijual-murah--siapa-buntung-