Selasa, 15 Maret 2011

Tujuh Pabrik Komputer Lokal Gulung Tikar

Jakarta, Kompas - Dalam tiga tahun terakhir jumlah pabrik komputer di Indonesia terus menyusut. Dari semula 12 perusahaan, kini tinggal 5 perusahaan saja. Penerapan bea masuk nol persen bagi produk komputer jadi menjadi pemicu utamanya. Pemerintah diminta meninjau ulang kebijakan tersebut.

Hal tersebut dikemukakan Wakil Ketua Umum Kadin bidang Teknologi Informasi dan Telekomunikasi Didie W Soewondho di Jakarta, Selasa (14/3).

”Bagaimana tidak kolaps kalau bea masuk komputer jadi diturunkan hingga nol persen. Industri kita belum bisa bersaing. Mereka memilih menutup usaha daripada melanjutkannya dengan penjualannya sangat rendah,” paparnya.

Beberapa merek lokal yang saat ini masih eksis adalah Zyrex, Advan, Byon, dan Ion. Membanjirnya produk komputer impor sekaligus komputer selundupan telah mengubah semangat industri menjadi semangat dagang.

”Para pemilik usaha komputer lokal akhirnya hanya menjadi pedagang saja. Semangatnya untuk menjadi industrialis sudah padam,” tuturnya.

Menurut Didie, pemerintah seharusnya membebaskan bea masuk impor untuk komponen komputer. Namun yang terjadi, pemerintah justru menerapkan bea masuk sebesar 5-10 persen bagi komponen komputer rakitan. Padahal, pemain komputer rakitan sangat banyak dan hampir semuanya merupakan UKM.

Di Indonesia, jumlah UKM yang bergerak di perakitan komputer berkisar 5.000 unit. Sebagian besar komputer yang digunakan masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah, adalah jenis rakitan. ”Kalau bea masuknya saja 5-10 persen, bagaimana mereka bersaing dengan komputer jadi yang bea masuknya nonpersen,” katanya.

Didie mengatakan, pihaknya akan segera melaporkan masalah tersebut ke menteri perekonomian. Dia berharap menteri perekonomian bisa berkoordinasi dengan kementerian yang terkait dengan kebijakan tersebut.

Kebutuhan komputer di Indonesia per tahun mencapai 12 juta unit. Dari jumlah tersebut sebanyak 60 persen dipenuhi dari produksi dalam negeri, baik rakitan maupun komputer jadi. Sisanya dari komputer impor, terutama dari China. Dibandingkan jumlah penduduk, yang sudah menembus 230 juta, angka penetrasi komputer di Indonesia masih sangat rendah, yakni berkisar 5 persen.

”Ke depan, pangsa komputer masih sangat terbuka lebar. Di Thailand, penetrasi komputer tiap tahun sekitar 55 persen dari total jumlah penduduk,” katanya.

Harus diperkuat

Menurut Ketua Umum Kadin Suryo Bambang Sulisto, sektor industri komputer harus dipersiapkan untuk menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN tahun 2015.

”Industri dalam negeri harus diperkuat. Jika tidak, pasar potensial kita akan diambil negara lain. Banyak negara yang mengincar pasar Indonesia karena potensi jumlah penduduk yang cukup banyak,” ujarnya.

Dia menambahkan, dengan kepemimpinan Indonesia di ASEAN saat ini seharusnya Indonesia bisa lebih banyak melakukan pembenahan internal untuk menyongsong masyarakat ekonomi ASEAN.

”Jadi, fokusnya jangan hanya pada regional, tetapi juga internal sendiri,” katanya. (ENY)

http://cetak.kompas.com/read/2011/03/16/0355555/tujuh.pabrik.komputer.lokal.gulung.tikar

Rabu, 09 Maret 2011

Amerika Butuh Asia untuk Mobil Hybrid

HOUSTON, KOMPAS.com — Soal pengembangan teknologi otomotif, terutama mengarah ke mobil hybrid atau listrik, ternyata Amerika tertinggal jauh dibandingkan negera-negara Asia. Itu karena, baterai lithium-ion, yang menjadi salah satu komponen utama kendaraan ramah lingkungan, yang dibutuhkan para produsen mobil di negeri Paman Sam sangat bergantung pada produk luar.

Seperti dilaporkan Dow Jones (9/3), tingginya harga minyak dunia mencapai 100 dollar AS per barrel, memaksa prinsipal mobil Amerika seperti General Motors dan Ford Motors tidak bisa tidak harus memasarkan kendaraan hibrida pada 2012. Tujuannya agar efisiensi bahan bakar bisa lebih tinggi, mengingat teknologi hibrida perpaduan mesin bensin dan listrik.

Bila sampai terdesak segera memasarkan kendaraan ramah lingkungan, GM, Ford, dan produsen mobil AS lainnya berada pada posisi kurang menguntungkan. "Mereka sangat bergantung pada baterai atau mengimpor teknologi dari Jepang, China, dan negara-negara Asia lainnya untuk pengadaan baterai lithium-ion," ungkap Menahem Anderman, Presiden dari perusahaan riset Advance Automotive Baterries.

Dalam konferensi energi IHS CERA, Selasa (8/3), Anderman menegaskan, kalau ada perlombaan bikin baterai untuk mobil listrik atau hibrida, Amerika menduduki peringkat keempat berada di belakang China, Jepang, dan Korea Selatan. Amerika tergolong terlambat dalam mengalokasikan dana R&D untuk komponen tersebut.

Apalagi, GM dalam dua tahun ke depan akan memproduksi 175.000 unit Chevy Volt (hybrid). "Ketika perusahaan mulai mengembangkan mobil hibrida dua tahun lalu, mereka harus melihat ke Asia yang banyak persediaan baterai, menambah waktu dan uang untuk pengembangannya," ujar Britta Gross, Direktur Sistem Enegi Global GM. Ia menambahkan, untuk Volt ini, GM harus pergi ke Korea Selatan untuk menemukan bahan lithium sel.

China menjadi salah satu penyedia baterai lithium-ion terbesar di dunia. Para pabrik pembuat komponen tersebut menikmati keuntungan, baik dari segi keuangan maupun tenaga kerja.

Editor: Bastian

http://otomotif.kompas.com/read/2011/03/09/10581890/Amerika.Butuh.Asia.untuk.Mobil.Hybrid