Rabu, 24 Maret 2010

RI-Hong Kong Hindari Pajak Berganda

Selasa, 23/03/2010 18:35 WIB
RI-Hong Kong Hindari Pajak Berganda
Ramdhania El Hida - detikFinance


Jakarta - Pemerintah Indonesia dan Hong Kong menandatangani persetujuan penghindaran pajak berganda. Dengan perjanjian ini, diharapkan adanya kepastian di bidang investasi oleh kedua belah pihak bisa dibina.

"Dengan cara meniadakan atau mengurangi hambatan yang terkait dengan perpajakan sehingga hal tersebut akan menggalakkan hubungan perekonomian antara kedua belah pihak," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam sambutannya dalam acara penadatanganan tersebut di kantornya, Jalan Wahidin Raya, Jakarta, Selasa (23/3/2010).

Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang ditandatangani oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Keuangan Hong Kong Special Administrative Region (SAR) Republik Rakyat China John Tsang akan berisi rincian pertukaran informasi wajib pajak, termasuk informasi perbankan antara otoritas.

"P3B ini akan memperkuat integritas sistem perpajakan Indonesia dengan difasilitasinya pertukaran informasi Wajib Pajak," ujar Sri Mulyani.

Selain itu, dengan perjanjian tersebut, kedua belah pihak akan terus melanjutkan upaya-upaya internasional untuk meningkatkan transparansi sistem keuangan dan mencegah penghindaran dan pengelakan pajak di luar negeri.

Direktur Peraturan Perpajakan I Syarifuddin Alsjah menyatakan salah satu isi dari perjanjian ini adalah pengurangan 15% Pajak Penghasilan (PPh) bagi pengusaha asal Hongkong yang menanamkan investasinya di Indonesia.

"Tarif normal 25% untuk dividen jadi 10% untuk normal," jelasnya.

Sedangkan untuk investasi langsung dengan 25% kepemilikan saham, maka akan dikenakan PPh sebesar 5% dari dividen. Untuk pengusaha yang memiliki cabang di Indonesia maka dikenakan pajak 5%. Begitu pula dengan royalti yang didapat pengusaha Hong Kong tersebut di Indonesia akan dikenakan pajak sebesar 5%. Pajak atas bunga yang sebelumnya sebesar 20%, dengan perjanjian ini turun menjadi 10%.

"Kepentingan wajib pajak akan diatur dalam perjanjian ini," ujarnya.

Syarifuddin menyatakan pada tahun 2009, nilai perdagangan Indonesia dengan Hong Kong sebesar US$ 4,5 miliar dengan rata perumbuhan sebesar 9% per tahun sejak tahun 2005 sampai 2009.

Sedangkan, nilai perdagangan Indonesia yang melalui Hong Kong mencapai US$ 2,5 milliar. Dengan perjanjian tersebut, Syarifuddin mengharapkan bisa tumbuh hingga double digit hingga 5 tahun mendatang.

"Pasti ini akan mendorong investasi dan perdagangan. Saya harapkan kita bisa double digit dalam 5 tahun mendatang, bahkan lebih cepat," ujarnya.

Rencananya, penerapan dari peraturaan perpajakan tersebut akan berlaku paling cepat pada awal Januari tahun depan. Untuk kompensasi pengusaha Indonesia yang menanamkan investasinya di Hong Kong, terdapat kemungkinan perhitungan yang sama tetapi terdapat beberapa bagian yang berbeda dengan perhitungan di Indonesia.

(nia/dnl)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar