Kamis, 26 Januari 2012

Tim pilpres Mega Prabowo


Selasa, 02/06/2009 20:48 WIB
Tim Sukses Mega-Prabowo
Strategi Gerilya Lawan Operasi Intelijen
Deden Gunawan - detikNews


Jakarta - M Yasin akhir-akhir ini sungguh sibuk. Kelompok massa silih berganti menemui anggota tim sukses Mega-Prabowo tersebut. Sang jenderal memang ditunjuk sebagai koordinator penggalangan massa.

Dipilihnya Yasin sebagai koordinator penggalangan massa lantaran ia pernah masuk dalam tim sukses SBY di pilpres 2004. Dia dianggap menguasai lapangan, terutama di tingkat akar rumput.

...............

Hanya saja, kata dia, medan pertempuran di Pilpres kali ini agak berbeda dengan Pilpres 2004. "Untuk menjaring massa saat ini unsur money politics akan sangat kuat. Ini merupakan imbas dari pilkada yang selalu menggunakan serangan fajar dengan bagi-bagi uang. Tantangan seperti ini yang paling berat," aku Yasin.

Yasin sepakat dengan anggapan sejumlah pihak yang menyebutkan, dalam Pileg April lalu, terjadi 'operasi senyap' yang mempengaruhi pilihan masyarakat dan beberapa kecurangan.

"Operasi senyap bukan isapan jempol. Kisruh DPT dan serangan fajar merupakan strategi yang mereka gunakan," jelasnya.

Untuk mengantisipasinya, Jasin mengaku telah membentuk jejaring relawan di sejumlah daerah. Mereka terdiri dari kelompok-kelompok kecil massa namun tersebar merata hingga ke kampung-kampung.

Dengan pola gerilya seperti ini, urai Jasin, jauh lebih efektif menghadapi operasi senyap yang dilakukan pasangan lain. Selain itu akan sangat membantu dalam meraih dukungan masyarakat.

Namun untuk detailnya Jasin enggan menjelaskan. "Janganlah soal strategi nggak bisa diungkapkan. Nanti terbaca lawan," katanya singkat.

Saat ini di barisan pendukung Mega-Prabowo terdapat beberapa relawan yang siap memenangkan pasangan tersebut di Pilpres. Mereka antara lain Pandu Prabowo, Poros Ampresa, Brigade Masjid serta Barindo Raya.

Pandu Prabowo bertugas menyasar dukungan dari kalangan aktivis mahasiswa, ormas, organisasi pemuda, serta anggota-anggota partai lain.

Adapun Brigade Masjid akan menggarap masyarakat atau kelompok-kelompok Islam. eSemntara Barindo Raya akan mengambil segmen tokoh-tokoh masyarakat.

Sekretaris Tim Sukses Nasional Mega-Prabowo, Hasto Kristianto mengatakan, meskipun banyak kelompok relawan dibentuk, namun semuanya satu komando. Tidak seperti relawan yang ada di pasangan SBY-Boediono maupun JK-Wiranto.

"Kalau relawan yang ada di pasangan lain bergerak secara mandiri tanpa koordinasi tim sukses resmi. Kalau di Mega-Prabowo semuanya harus satu komando dan terdaftar di
KPU," jelasnya.

Untuk urusan lapangan, para relawan tersebut berkoordinasi dengan Jasin. Setelah itu, Jasin melaporkannya ke Theo Sayafe'i, Ketua Timses nasional untuk dilanjutkan dalam rapat internal tim sukses bersama Mega dan Prabowo.

Sama seperti tim sukses pasangan lainnnya, Mega-Prabowo juga diperkuat sejumlah purnawirawan. Selain Letjen Purn M Yasin, ada mantan Komandan Korps Marinir Letjen
Marinir Purn Suharto, Mayjen TNI Purn Adang Ruchiatna, dan mantan Deputi BIN Muhdi PR yang tercatat sebagai tim sukses nasional Mega-Prabowo.

"Tapi itu nama-nama yang resmi yang didaftar di KPU. Kalau yang tidak didaftar lumayan banyak," kata Budi Mulyawan dari relawan Pandu Prabowo

(ddg/iy)

Selasa, 02/06/2009 16:39 WIB
Tim Sukses Mega-Prabowo
Libatkan Konsultan Tenar Lokal Hingga Bule AS & Jerman
Deden Gunawan - detikNews


Jakarta -
Mega tampak sumringah berbalutkan baju warna merah. Perempuan yang biasa irit bicara dan alergi terhadap wartawan tersebut, siang itu banyak tertawa dan mau berbicara panjang lebar. Mega tampil lebih ramah.


Siang itu, Kamis (28/5/2009), Mega menggelar acara khusus untuk wartawan. Aneka makanan santap siang sudah disiapkan untuk wartawan di ruang tengah rumah Mega, di Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat. Nasi beralaskan daun pisang, lalapan, ayam goreng, telor mata sapi pun disuguhkan untuk wartawan.

Acara bertitle 'Megawati Mendengar Wartawan' itu menjadi istimewa karena di luar kebiasaan. Jarang-jarang Mega mengajak masuk dan menjamu wartawan di dalam rumahnya. Biasanya wartawan cukup berada di halaman rumah Mega untuk menunggu apabila ada pengumuman atau jumpa pers. Namun kali ini, wartawan dipersilakan masuk ke ruang tamu dan berbincang akrab dengan orang nomor 1 di PDIP itu.

Menghadapi Pemilu Presiden (Pilpres) 2009, Megawati yang maju berpasangan dengan Prabowo itu memang terus berbenah. Mega seperti ingin mengikis citra dirinya yang diam dan anti wartawan.

Namun saat ditanyakan tentang upaya mengubah citra tersebut, Mega mengaku tidak terlalu peduli dengan pencitraan. Daripada membentuk tim pencitraan, Mega lebih suka membuat tim dapur. "Kita sebagai partai wong cilik akan berjalan apa adanya," jelas Mega.

Mega menambahkan, dirinya tidak mau diatur-atur urusan bicara atau bertingkah-laku di hadapan konstituennya. Itu sebabnya, dalam setiap kegiatan PDIP, hanya ditangani kader partai.

"Sejak 1996 sampai sekarang, saya hanya punya tim dapur. Mereka lah yang sering saya suruh membuat dapur umum untuk bikin makanan buat pengurus dan konstituen PDIP setiap ada acara," terang Mega.

Namun anggota tim kampanye nasional Mega-Prabowo, Hasto Kristianto membenarkan ada tim pencitraan untuk Mega-Prabowo untuk menghadapi Pilpres. Untuk urusan pencitraan Mega-Prabowo dikelola tim manajemen kampanye. Tim itu bertugas memberikan analisa media serta analisa di lapangan (kampanye).

Hasto memaparkan, pencitraan yang akan dilakukan Mega-Prabowo terfokus pada media. "Karena Prabowo berulangkali menjelaskan kepada kami media merupakan jembatan emas untuk memenangkan pertarungan Pilpres," jelas Hasto.

Cara pencitraan lewat media bisa berupa iklan maupun menjalin komunikasi yang baik dengan wartawan. Karena alasan itu Megawati, yang selama ini dikenal "kurang ramah" dengan media, menggelar "Mega Mendengar Wartawan".

Acara itu merupakan arahan dari konsultan yang dibayar untuk memoles citra pasangan Mega Prabowo. Konsultan ini pula yang meminta tim sukses pasangan tersebut cooling down saat Rizal Mallarangeng menyerang Prabowo dengan isu kuda dan olahraga polo.

Namun Hasto tidak mau menjelaskan siapa di belakang tim pencitraan Mega-Prabowo. "Orangnya tidak mau disebutkan. Tapi yang jelas mereka orang-orang profesional," kilah Hasto.

Kabar yang beredar, konsultan pencitraan Mega-Prabowo ditangani Ida Sudoyo, pemilik perusahaan humas Ida Sudoyo & Associates. Keterlibatan Ida atas rekomendasi Hashim Djojohadikusumo, adik Prabowo.

Selain menggunakan jasa Ida Sudoyo, Mega-Prabowo juga menggunakan jasa konsultan politik Rob Allyn. Konsultan asal Amerika Serikat (AS) ini dianggap kubu Prabowo telah berhasil membuat Gerindra meraih 4,6 persen suara di Pileg. Sekalipun partai berlambang kepala burung garuda itu baru berumur setahun.

Sayangnya, kubu Mega-Prabowo saat dimintai keterangan, semuanya mengaku tidak mengetahui. "Kalau soal konsultan asing itu saya tidak tahu. Tanya saja Asrian (media center Mega-Prabowo)," jelas Haryanto Taslam, mantan manajer Gerindra Media Center.

Sementara Wakil Direktur Mega-Prabowo Media Center Asrian, ketika dihubungi ternyata juga tidak mengetahui adanya konsultan tersebut. "Saya juga mendengar kabar adanya konsultan asing sejak lama. Tapi setahu saya di Mega-Prabowo tidak ada," tutur Asrian

Hanya saja untuk konsultan iklan, ujar Asrian, Mega-Prabowo selalu meminta pendapat Gary Hayes, pemilik rumah produksi Padi Interprice. Gary pula yang menangani materi iklan gerindra saat pemilu legilatif.

Namun anggota Bapilu DPP PDIP, yang juga jadi relawan Pandu Prabowo, Budi Mulyawan, mengakui kalau ada konsultan politik asing bernama Rob Allyn. "Itu dari dulu (Pileg)
memang menangani Gerindra. Tapi saya kurang tahu apakah dia orang Amerika atau Jerman. Soalnya belum pernah ngobrol," urainya.

Dilanjutkan Budi, selain melibatkan konsultan bule, Mega-Prabowo juga melibatkan Effendi Gazali dalam hal pencitraan. Posisi Effendi menggantikan Denny JA, Direktur Lingkaran Survei Indonesia (LSI) yang sebelumnya menggawangi pencitraan PDIP di pileg.

Ketika PDIP keok dari Partai Demokrat (PD) dan Golkar, Denny kemudian lompat ke pasangan SBY-Boediono di Pilpres. Akhirnya posisi Denny kemudian diisi Effendi Gazali.

Namun saat detikom mengkonfirmasi hal tersebut, Effendi membantah. Dia mengaku tidak pernah menjalin kontrak kerja khusus dengan pasangan Mega-Prabowo.

"Saya dekat dengan semua, dengan Mega, Prabowo, JK, Wiranto, SBY, maupun Boediono. Tapi saya tidak pernah menjalin kontrak ekslusif dengan salah satu dari mereka," jelas Effendi melalui pesan singkatnya.

Lanjut Effendi, kedekatannya dengan para kandidat semata untuk menjaga agar komunikasi politik di Indonesia saat pilpres jedi jernih dan menciptakan well informed Society. Jadi apa yang disampaikan dan dijanjikan harus bisa diwujudkan dalam kerangka waktu tertentu.

"Jadi tidak benar saya menangani Mega-Prabowo dalam hal pencitraan," pungkasnya.
(ddg/iy)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar