Jakarta (ANTARA News) - Uni Eropa mulanya terlihat enggan membantu
Yunani, tapi karena dikhawatirkan menulari seisi benua, Uni Eropa
akhirnya turun tangan menangani krisis utang Yunani yang memuncak pada
April 2010.
"Tiga atau empat tahun lalu, saya sudah tahu bahwa salah satu dari
karakteristik Yunani adalah korupsi. Krisis Yunani sebenarnya bisa
dihindari jika negerit itu memulai segala sesuatu dengan cara yang sama
sekali berbeda sejak dekade-dekade lalu," kata Jean Claude Juncker,
Presiden Uni Eropa yang juga Perdana Menteri Luksemburg, seperti dikutip
Irish Times (9/10).
Pernyataan Juncker mewakili pandangan umum Eropa bahwa Yunani memang
korup. Sulit dipercaya, negeri dari mana filsuf-filsuf agung peletak
dasar etika berasal itu, malah menenggak kultur korup.
Rakyat Yunani sendiri mengakui negerinya terperangkap budaya korup dan juga suap, seperti terungkap dalam laporan Wall Street Journal pada 15 April 2010.
Ketika orang Yunani ditanya mengapa negara mereka demikian boros, namun
di sisi lain begitu susah mengumpulkan kekayaan pajak, mereka akan
menjawab dengan dua kata, fakelaki dan rousfeti.
Fakelaki artinya "amplop kecil," yaitu simbol suap yang mengharu biru Yunani, sementara rousfeti berarti upeti mahal yang juga merembes ke semua hal.
Budaya korup dan praktik kroni yang akut membuat Yunani nyaris bangkrut dan hampir meracuni Eropa.
Menurut Brookings Institution, Washington, suap, patronase dan
korupsi lainnya adalah penyebab utama menggunungnya utang Yunani, dan
membuat anggaran bocor 8 persen dari PDB setiap tahun.
"Masalah dasar kami adalah korupsi yang sistemik," aku Perdana Menteri George Papandreou.
Defisit anggaran Yunani lima tahun terakhir rata-rata 6,5 persen dari PDB. Tahun 2009 angka itu amblas hingga 13 persen.
"Andai korupsi Yunani ditangani lebih baik, setidaknya selevel dengan
Spanyol, negeri ini bisa menekan defisit sampai 4 persen dari PDB," kata
peneliti senior Brookings, Daniel Kaufmann.
Yunani menempati urutan buncit dari 16 negara anggota zona euro dalam hal memerangi korupsi, sedangkan Transparency International mendudukkannya di terbawah dari 27 negara anggota Uni Eropa dalam praktik suap.
Bayangkan, 13,5 persen rumah tangga Yunani harus mengeluarkan suap rata-rata 1.355 euro (Rp16,8 juta).
Orang
Yunani terbiasa mengeluarkan sogokan untuk mendapatkan SIM, pelayanan
kesehatan, izin mendirikan bangunan, atau demi mengakali pajak.
Tidak madani
Dalam tiga tahun terakhir, sejumlah politisi senior didakwa menerima
suap diantararanya akibat penggelembungan harga obligasi untuk dana
pensiun.
Pada 2008 para pejabat senior pemerintah terbukti membantu satu gereja
Ortodoks Yunani dalam mendapatkan hak kepemilikan tanah dengan
melipatgandakan nilai klaim tanah sehingga negara dirugikan 100 juta
euro.
Skandal itu membuat pemerintahan konservatif Yunani jatuh pada 2009.
Korupsi juga ditempuh dengan mengakali pajak. Pemerintah pun menjadi tidak berwibawa di mata wajib pajak.
"Inti masalahnya adalah kami tidak mempunyai kultur masyarakat
madani,"kata profesor Universitas Ionian, Stavros Katsios. "Di Yunani,
Anda disebut bodoh jika taat aturan."
PM Papandreou bukannya tak serius memerangi suap, tapi
langkah-langkahnya seperti sentralisasi data pajak dan penghematan
anggaran, dianggap tak akan berbuah banyak.
Di Yunani, korupsi jarang bisa diungkap karena pengadilan tak serius
menanganinya, bahka para saksi disuap untuk tak bersaksi, sementara para
politisi bebas dari tuduhan karena mendapat kekebalan.
Pada 2007, miliaran euro sekuritas yang dijual ke dana pensiun kedapatan
digelembungkan harganya. Kerugian dana pensiun ini ditalangi
pemerintah, dan itu memperburuk defisit anggaran.
Komisi anti
pencucian utang lalu menyelidiki sejumlah transaksi, kemudian
menyimpulkan ada suap dan penggelapan pajak oleh pejabat-pejabat
pemerintah. Anehnya, jaksa mencampakkan temuan ini dengan alasan laporan
hanya ditandatangani kepala komisi anti pencucian uang, bukan oleh
semua anggota komisi.
Kasus suap justru sering terungkap ketika peradilan asing memperkarakan
perusahaan-perusahaan mereka yang berhubungan dengan Yunani.
Pengadilan
Inggris memenjarakan mantan eksekutif perusahaan pemasok alat kesehatan
DePuy International Ltd karena menyuap para dokter bedah Yunani dengan 7
juta dolar AS.
Suap ini membuat DePuy memperoleh kontrak pengadaan alat-alat ortopedis dengan harga dua kali lipat pasar Eropa.
Pada 2008, giliran raksasa Jerman, Siemens AG, dituduh menyuap sejumlah
pejabat Yunani. Siemens bersalah telah menyuap para pejabat
partai-partai utama Yunani. Ironisnya, tak satu pun pejabat Yunani
diadili pengadilan Yunani.
Terus, ada kebiasan aneh di Yunani, yaitu parpol kerap membuat pos baru
di kantor-kantor pemerintah untuk pendukung setianya. Misalnya, sebulan
sebelum pemilu lalu, pemerintah merekrut 27 ribu orang baru untuk
menempati pos-pos dadakan di berbagai kantor pemerintah.
Rekrutmen pegawai yang tak transparan membuat suap dan perkoncoan
menghisap uang negara. Ini ditambah pembukuan yang buruk di
kantor-kantor pelayanan publik. Rakyat pun menjadi ogah membayar pajak.
4-4-2
"Jika para politisi saja korup, mengapa saya harus membayar pajak?" kata PM Papandreou menirukan keluhan rakyatnya.
Tak heran, seperempat pajak Yunani tidak bisa ditagih, kata Friedrich
Schneider, ekonom Universitas Linz, Austria. Sepertiga lainnya menguap
karena suap. "Anda kongkolikong dengan pengawas pajak, maka Anda
mendapat diskon," kata Schneider.
Penggelapan pajak di Yunani memakai taktik ala sepakbola "4-4-2". Jika
wajib pajak memiliki tagihan pajak Rp10 miliar, maka Rp4 miliar untuk
pengawas pajak, Rp4 miliar tetap dikantong wajib pajak, sedangkan negara
cuma kebagian Rp2 miliar.
Fakta ini menjelaskan mengapa di negara maju berpenduduk 11 juta orang
ini hanya ada 15 ribu orang berpenghasilan di atas 100 ribu euro, kata
Menteri Keuangan Yunani.
Biasanya jumlah pajak turun drastis menjelang pemilu, sebagian karena politisi perlu dana kampanye.
"Naiknya
defisit anggaran dari 6 persen menjadi 13 persen Oktober tahun lalu
bertepatan dengan masa pemilu dan turun drastisnya setoran pajak," kata
ekonom Nikos Christodoulakis.
Yunani juga aneh karena sekolah-sekolahnya kelebihan pengajar.
Sampai-sampai, ada sekolah kecil yang mempunyai 15 guru olah raga,
sementara di sekolah lain jumlah guru lebih banyak dari murid.
Masyarakat yang memilih melawan korupsi sering menemui jalan terjal,
misalnya keluarga George Theodoridis yang berbisnis impor ikan segar
dari Turki.
Selama bertahun-tahun mereka harus mengeluarkan suap agar ikan impornya
memenuhi standard kelayakan. Januari tahun lalu, mereka mengadukan
perkara ini ke Kementerian Pertanian, tapi tak ditanggapi.
November, Wakil Menteri Pertanian baru yang adalah aktivis antikorupsi,
Michael Karchimakis, membuka kasus Theoridisi. Penerima suap akhirnya
didenda.
Theodoridis beruntung karena istrinya bekerja di Kementerian Pertanian
sehingga beroleh akses ke orang yang benar. "Bayangkan apa yang terjadi
pada orang yang tak punya koneksi?" katanya seperti dikutip Wall Street Journal.
Itulah Yunani. Tak heran, meski menjadi "tanah suci" untuk filsafat dan
etika, kiblat pengajaran dan referensi etika justru telah lama hijrah
dari negeri itu ke Jerman, Prancis, Inggris, dan Amerika Serikat. (*)
ANT/B010
Sumber : http://www.antaranews.com/print/1287878344/tentang-yunani
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar