Minggu, 26 Juli 2009

Krisis Tak Mampir di Elektronik

Barang Elektronik
Krisis Tak Mampir di Elektronik
Penjualan barang elektronik terus meningkat. Fokus pada peralatan yang cepat laku dan ramah lingkungan.

Masih pagi benar ketika Didik tiba di stan elektronik di lantai dua Carrefour Depok, Jawa Barat, Selasa pekan lalu. Pengunjung pasar modern itu belum banyak. Dia bolak-balik melihat televisi yang dipajang, dan menjatuhkan pilihan pada Toshiba Slim 21 inci. ”Tolong yang ini, Mas,” katanya kepada pramuniaga. Namun stok televisi seharga Rp 1,6 juta itu kosong. Dia beralih ke merek lain, Polytron, tapi sama saja. ”Habis juga, Mas. Belum tahu kapan akan dikirim lagi,” kata sang penjaga toko.

Apa boleh buat, Didik mungkin sedang tak beruntung di pasar modern itu. Penjualan barang elektronik memang kembali menanjak. Banyak barang yang tak lagi menyisakan stok alias ludes disikat pembeli. Alhasil, Didik sebetulnya tak sendiri. Banyak konsumen seperti dia yang mesti menunggu datangnya pasokan baru dari pabrik.

Menurut data Electronic Marketer Club, pada Juni lalu, total penjualan peralatan elektronik naik 2,7 persen menjadi 1,15 juta unit—dibanding 1,12 juta unit bulan sebelumnya. ”Dari pantauan kami, daya beli konsumen memang terus tumbuh,” kata Sekretaris Jenderal Electronic Marketer Club Agus Soejanto, di Jakarta, Rabu pekan lalu.

Agus lalu menunjukkan data penjualan semester pertama tahun ini. Nilainya mencapai Rp 9,39 triliun, naik enam persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Padahal total unit yang terjual malah turun 0,3 persen, cuma 6,38 juta. Ini karena harga jual naik sepanjang tahun ini, terlepas dari banyaknya diskon. ”Penjualan elektronik bisa dibilang stabil sejak krisis,” kata Agus.

Ini memang fenomena aneh. Sejak krisis mendunia pada triwulan ketiga tahun lalu, penjualan semua jenis barang rata-rata turun, bahkan banyak yang anjlok. Di otomotif, misalnya, penjualan tahun ini dibanding tahun lalu turun jauh. Di elektronik, tidak ada kata turun untuk item seperti penyejuk udara (AC), kulkas, atau pompa air. Hanya penjualan televisi dan audio yang naik-turun (lihat tabel).

Menurut Didi Raharja, Group Head Consumer Electronics Produk Marketing Samsung Indonesia, naik-turunnya penjualan televisi mungkin karena konsumen mulai beralih dari televisi tabung cembung ke layar datar, baik dalam format LCD maupun plasma. Tahun ini, Samsung melepas LCD baru yang lebih tipis dan hemat listrik meskipun lebih mahal. Sejauh ini, penjualannya tetap bagus. ”Terus naik sejak diluncurkan Mei lalu,” kata Didi.

Agus membenarkan. Produk baru dengan teknologi yang lebih baik, terutama yang ramah lingkungan, cepat diserap pasar, apalagi yang harganya agak miring. Misalnya AC irit listrik, mesin cuci hemat air, atau vacuum cleaner yang bisa didaur ulang. Bahkan, jika pun harganya mahal, terutama untuk merek ngetop, penyerapan pasarnya juga oke.

Meski demikian, strategi yang terasa paling menonjol, menurut Agus, banyak produsen elektronik yang berfokus pada barang cepat laku alias fast moving. ”Saat ini yang paling cepat dijual ya AC dan kulkas,” katanya. Terakhir, pada Juni lalu, penjualan refrigerator dan freezer mencapai lebih dari 243 ribu unit, naik 15,3 persen dari bulan lalu. Penjualan AC naik 8,8 persen menjadi sekitar 125 ribu unit pada Juni.

Fokus pada produk unggulan ini, menurut Lany Kurniawan, Manajer Marketing Electrolux Indonesia, juga mereka lakukan. ”Kami berfokus pada home appliance yang cocok untuk pasar Indonesia,” katanya. Mereka, misalnya, mendorong penjualan mesin cuci yang hemat air, hemat listrik, dan mencuci lebih cepat, atau kompor yang nyala apinya lebih besar. Mungkin karena target pasarnya kelas menengah ke atas, penjualan Electrolux terus naik.

Yang mungkin akan mengambil langkah berbeda adalah Panasonic. Merasa pasar kelas atas mulai jenuh, produsen elektronik asal Jepang itu telah melontarkan rencana untuk mulai memproduksi ”barang murah”, misalnya televisi LCD dengan harga di bawah sejuta rupiah.

Jika benar, inilah yang dinanti-nanti pembeli seperti Puti Noviyanda. Perempuan 25 tahun ini ditemui Tempo di Plaza Semanggi, Jakarta, Rabu pekan lalu. ”Saya ingin beli LCD yang harganya semurah-murahnya, ukurannya sebesar-besarnya,” katanya sembari terbahak. Sejauh ini, meski harganya turun terus, televisi layar datar tetap saja masih mahal. Toh, penjualannya tetap tinggi. Krisis agaknya tak pernah mampir di toko-toko elektronik.

Philipus Parera, Retno Sulistyowati, Munawwaroh

Pertumbuhan Penjualan Barang Elektronik (Semester I)


Tahun 2008 Tahun 2009
Televisi 2.579.783 2.016.066
Pemutar CD/DVD 508.114 1.124.126
Audio 316.128 224.386
Refrigerator & Freezer 1.041.391 1.095.285
Air Conditioner 535.737 556.24
Mesin Cuci 550.428 602.719
Pompa Air 877.38 770.965
Total 6.408.961 6.389.787

(- 0,3)
Nilai 8.850.094 9.393.899

(6,1)

Data Electronics Marketer Club

http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2009/07/20/EB/mbm.20090720.EB130899.id.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar