Kamis, 10 Desember 2009

FTA Indonesia-China, Berpotensi Hancurkan Industri Nasional


Selasa, 17/11/2009 17:40 WIB
FTA Indonesia-China, Berpotensi Hancurkan Industri Nasional
Wahyu Daniel - detikFinance


Foto: dok.detikFinance

Jakarta - Penerapan perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Area /FTA) antara Indonesia dengan China bisa menghancurkan industri nasional dan memunculkan PHK secara besar-besaran.

Hal ini disampaikan oleh Executive Committe Indonesian Iron and Steel Industry Association Purwono Widodo dalam siaran pers yang diterima detikFinance , Selasa (17/11/2009).

"Karena kebijakan yang membebaskan biaya masuk impor menjadi 0% tersebut merupakan berkah bagi China untuk melakukan kolonialisme pasar di Indonesia. Produk-produk China yang terkenal murah adalah saingan terbesar dan terberat bagi industri baja di Indonesia. Sebab itu, bisa diperkirakan akan banyak industri baja yang gulung tikar bila kerjasama tersebut diterapkan," tuturnya.

Bukan hanya sektor industri baja saja yang mengharapkan adanya penundaan penerapan FTA Asean–China ini, tetapi juga sektor industri lainnya seperti tekstil, makanan/minuman, furniture, dan lain-lain.

Purwono menjelaskan, adanya ketidaksiapan sektor industri baja dalam menghadapi penerapan FTA Asean–China ini antara lain karena adanya ketidaksiapan perangkat Counter Measures seperti AD, CVD dan safeguard dan juga karena adanya faktor-faktor eksternal lainnya yang kurang mendukung keberadaan industri baja Nasional.

"Yang diharapkan dari sektor industri baja Nasional adalah agar dalam FTA Asean – China, sektor industri baja dimasukkan dalam kategori HSL (Highly Sensitive List ), yang mana penerapannya dimulai pada tahun 2018," ujarnya.

Menurut Purwono, apabila penerapan FTA Asean–China tetap dipaksakan, maka akan berakibat membanjirnya produk impor dari China yang tentunya akan menghancurkan industri baja Nasional dan memunculkan PHK secara besar-besaran.

Kesiapan industri domestik merupakan acuan utama dalam pembukaan kanal perdagangan bebas. Apabila acuan tersebut diabaikan, maka kenaikan angka pengangguran dan matinya industri dalam negeri pun akan terjadi.

Sementara itu, Ekonom FEUI Faisal Basri mengatakan, kebijakan pemerintah dalam mengatur pola industrialisasi, utamanya harus berorientasi pada market nasional.

Pola-pola tersebut sudah diterapkan Negara-negara Asia Timur melalui substitusi impor dengan proteksionismenya. Aliran ekspor kemudian menjadi konsen selanjutnya ketika membicarakan masalah aktivitas perdagangan internasionalnya.

(dnl/qom)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar