Kamis, 10 Desember 2009

‘Free Trade’ Gerus Manufaktur

09/12/2009 - 11:58

Pemberlakuan FTA Asean-China
‘Free Trade’ Gerus Manufaktur
Ahmad Munjin & Ari Purwanto

Djimanto

INILAH.COM, Jakarta – Industri manufaktur diharapkan bisa masuk exclusion list (pengecualian) pada FTA ASEAN-China yang mulai 1 Januari 2010. Jika dipaksakan, kebangkrutan mengancam.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Djimanto mengatakan barang-barang industri yang belum siap menghadapi Free Trade Area (FTA) Asean-China seharusnya dimasukkan terlebih dahulu dalam katagori exclusion list (pengecualian). Setelah itu, daya daya saingnya diusahakan ditingkatkan dan tidak diproteksi secara total.

Menurutnya, harus ada tenggang waktu tertentu untuk meningkatkan daya saing. Ia mencontohkan industri manufaktur yang membutuhkan waktu 10 tahun agar bisa terjun dalam FTA.

Karena Indonesia harus membenahi infrastruktur, listrik, pelabuhan, jalan, perhubungan, kapal-kapal, dan reformasi birokrasi,” katanya kepada INILAH.COM, di Jakarta, Selasa (8/12).

Djimanto mengungkapkan hal itu mengomentari inisiatif Menteri Perindustrian, MS Hidayat yang membentuk tim kecil yang terdiri Menperin, Mendag dan Menkeu untuk membahas dispensasi Free Trade Area ASEAN-China.

Tim kecil akan dibentuk Jumat (11/12) untuk membahas persoalan tersebut. "Hasil rapat ini akan dilaporkan ke presiden untuk dibawa ke sidang kabinet, karena begitu urutannya," kata Ketua Kadin ini.

Namun sebelum dibahas di tingkat kabinet, pihaknya masih akan mempertegas alasan pelaku industri yang masih keberatan dengan pelaksanaan FTA ASEAN-China pada 1 Januari 2010.

"Sebelum rapat itu kita meminta alasan pelaku industri (yang belum siap) semacam verifikasi. Kalau dianggap reasonable (alasan cukup kuat), nanti akan dirapatkan di tingkat menteri. Saya cenderung beberapa sektor seperti baja dan tekstil diperjuangkan," jelasnya.

FTA ASEAN-China akan dimulai 1 Januari 2010 yang berarti perdagangan antar negara tanpa bea masuk. Beberapa sektor industri belum melakukan revitalisasi mesin-mesin industri. Sehingga beberapa sektor menyatakan belum siap.

Menurut Djimanto, tim kecil itu semestinya bisa mengakomodasi keluhan pihak industri yang tidak siap menghadap FTA Asean-China. Hal itu bisa dilakukan jika tim bersedia mendengarkan suara dunia usaha.

FTA bisa diberlakuakan jika daya saingnya sudah seimbang. Ukurannya adalah ritel-price (harga eceran) di pasar. Jika harga eceran sudah bisa bersaing, bisa dilepas dalam Free Trade Area.

Barang-barang yang tidak bisa bersaing dan belum siap dalam FTA adalah barang-barang rumah tangga (consumer good) seperti garmen, sepatu, elektronik, kompor, pompa air, dan alat-alat listrik lainnya. “Semuanya dalam industri manufaktur,” imbuhnya.

Menurutnya, tim kecil yang dibentuk harus bisa memastikan industri mana yang masuk katagori jangka pendek 2015, menengah pada 2018 dan exclusion list. “Manufaktur harus masuk katagori exclusion list,” tukasnya.

Jika dipaksakan, lanjut Djimanto, Indonesia akan kebanjiran barang-barang luar negeri. Pasar Indonesia akan disuplai barang-barang impor. “Akibatnya, Indonesia akan dibanjiri pengangguran yang menyebabkan meningkatnya kemiskinan,” pungkasnya. [mdr]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar